Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru mengatakan layanan video berbayar atau OTT (Over The Top) dapat menjadi mitra para sineas Indonesia dalam memasarkan karya mereka, tanpa harus mengesampingkan layanan bioskop konvensional.
"Saya melihat bahwa itu (bioskop dan layanan OTT) tidak akan saling membunuh karena punya karakter penonton yang berbeda," kata Gunawan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Karyawan Film dan Televisi Indonesia itu mengatakan hadirnya layanan OTT memiliki pasar konsumen tersendiri. Oleh sebab itu, para kreator film Indonesia dapat dengan bebas memasarkan karya mereka di bioskop konvensional maupun layanan OTT.
Layanan OTT menjadi salah satu alternatif penonton masa kini karena lebih mudah diakses kapan pun dan di mana pun. Terlebih, infrastuktur bioskop di Indonesia masih terbatas dan belum dapat memenuhi permintaan konsumen Indonesia secara keseluruhan.
"Kalau lihat karakter sosialnya berbeda, ada orang yang memang sempat nonton di bioskop, ada juga yang memiliki waktu terbatas hanya bisa mengakses (konten film atau lainnya) di layanan digital," kata Gunawan.
Lebih lanjut, sebuah penelitian dari Media Partners Asia (MPA) menjelaskan bahwa platfrom video berbayar seperti Netflix, Viu, WeTV, iQYI dan Video telah mendapatkan 10 persen bagian dari Share of Video Streaming Minutes in SEA di Q1 tahun 2021.
Dari Share Premium Video Berbayar In SEA, Netflix memimpin dalam peringkat tertinggi dengan 40 persen pangsa pasar konsumsi streaming video berbayar.
Besarnya pangsa pasar konsumsi streaming video Netflix, membuka peluang bagi para pelaku industri film lokal untuk menjangkau penonton yang lebih luas.
Oleh karena itu, diharapkan layanan OTT maupun bioskop konvensional dapat ikut mendorong perfilman Indonesia agar semakin baik ke depannya. Tidak hanya itu, seluruh elemen mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sineas perfilman Indonesia dapat berkolaborasi bersama untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas perfilman dalam negeri.
"Semoga memang terealisasi," harap Gunawan.