Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan kerja sama menguatkan aksi nyata dan memimpin dengan contoh atau leading by examples dalam penanganan perubahan iklim serta pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
"Keberhasilan itu didukung dengan data dan informasi yang akurat, transparan, dan kredibel," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Ahad.
Siti mengungkapkan hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca nasional berada pada angka 1.220 metrik ton setara karbon dioksida pada 2022.
Apabila dibandingkan data tahun sebelumnya pada 2021, total tingkat emisi naik sebesar 6,9 persen. Namun, tingkat emisi tahun 2022 jika dibandingkan dengan Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42 persen.
Sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain atau Forestry and Other Land Use (FOLU) juga mencatatkan keberhasilan. Pada 2021 sampai 2022, angka deforestasi bersih Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,4 persen.
Menteri Siti mengatakan bila dilihat dari data seri setiap periode pengamatan mulai periode tahun 1996-2000, maka besaran deforestasi dapat mengalami peningkatan atau pengurangan.
Hal itu terjadi karena perubahan penutupan lahan dinamis akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan penutupan hutan karena penanaman.
Data deforestasi mulai periode 1996-2000 hingga periode pemantauan 2020-2021 memperlihatkan bahwa deforestasi telah turun ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir, yaitu pada angka 0,11 juta hektare.
Kemudian, data tahun 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun lagi hingga 104 ribu hektare dan pada 2023 juga lebih menurun lagi.
"Kebakaran hutan dan lahan tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering," kata Menteri Siti.
Lebih lanjut dia mengungkapkan kondisi itu diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan sejak awal tahun 2023.
Kementerian LHK secara konsisten melakukan berbagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan mulai dari pemantauan titik api, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum.
“Hal itu dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Keberhasilan itu dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak,” kata Siti.
Indonesia berhasil memitigasi dampak El-Nino, sehingga jumlah titik api dan luas kebakaran hutan serta lahan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2023, luas kebakaran hutan dan lahan mencapai 1,16 juta hektare. Sedangkan, luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 adalah 1,64 juta hektare.
Penurunan luas kebakaran hutan dan lahan jika dibandingkan tahun 2019 seluas 488.065 hektare atau 29,59 persen.
Angka perbandingan total jumlah titik panas pada 2019 dan 2023 adalah 29.341 titik dan 10.673 titik. Ada perbedaan signifikan titik panas sebanyak 18.668 titik atau setara 63,62 persen.
Menteri Siti mengatakan kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja atau Result-Based Payment (RBP).
Indonesia merupakan negara yang menerima pembayaran paling besar dengan total komitmen 439,8 dolar AS di mana dari total komitmen itu Indonesia telah menerima pembayaran 279,8 juta dolar AS.
“Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima Result-Based Payment telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+," ucap Menteri Siti.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menteri Siti paparkan pencapaian Indonesia kendalikan perubahan iklim