Kendari (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara mendorong percepatan belanja pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk menekan inflasi.
Kepala Pelaksana Kanwil Perbendaharaan Sultra Syaiful di Kendari, Kamis mengatakan kebijakan melalui APBN dan Transfer ke Daerah Dana Desa (TKDD diarahkan untuk dapat meredam gejolak yang ditimbulkan dari tantangan inflasi.
"Kebijakan yang dicanangkan tidak hanya melindungi masyarakat dari tekanan kenaikan harga dan ancaman kemiskinan yang lebih dalam tetapi juga tetap dapat melanjutkan reformasi instruktural untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dia menyampaikan program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) tetap dilanjutkan untuk mempertebal perlindungan sosial sehingga tekanannya dapat diminimalkan.
"Selain itu kinerja APBN dan TKDD terus didorong untuk segera dibelanjakan sesuai ketentuan," ujar dia.
Ia menyebut, kontribusi APBN dalam rangka mendorong kelancaran distribusi pangan dan logistik serta dalam rangka pengembangan UMKM tahun 2022 di Sultra sebesar Rp43,56 miliar.
Kata Syaiful alokasi dianggarkan dalam DIPA Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, antara lain dialokasikan untuk pembangunan fasilitas distribusi dan perdagangan (gedung) sebesar Rp41,5 miliar, pembangunan fasilitas perdagangan dalam negeri Rp940,4 juta, pembangunan fasilitas perdagangan luar negeri Rp223,8 juta serta pengembangan UMKM sebesar Rp896,12 juta.
"Adapun realisasi sampai dengan Agustus 2022 baru mencapai 38 persen dari pagu, sehingga diperlukan percepatan realisasi untuk meredam dampak inflasi," jelasnya.
Menurutnya alokasi APBN yang tersedia tentu tidak cukup memadai untuk melakukan intervensi dampak inflasi, sehingga perlu sinergi dan berbagi beban dengan pemerintah daerah melalui APBD.
Dalam rangka mendukung program penanganan dampak inflasi, pemerintah daerah diminta untuk menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022.
"Belanja wajib perlindungan sosial antara lain digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan; penciptaan lapangan kerja; dan pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah," jelasnya.
Dia menambahkan belanja wajib sebagaimana dimaksud sebelumnya dianggarkan sebesar 2 persen, yang bersumber dari Dana Transfer Umum (DTU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022.