Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan agar peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang puncak penyelenggaraannya dilangsungkan pada 9 Februari 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara, mampu menghasilkan dorongan besar bagi Indonesia dalam menegakkan kedaulatan digital (Digital Sovereignty).
Hal itu diperlukan agar negara dan rakyat bisa memegang kendali penuh atas data dan aktivitas di dunia digital. Sebab menurut Bamsoet, seiring kemajuan teknologi informasi, penjajahan tidak lagi dilakukan melalui serangan militer, melainkan menjurus pada "kolonialisme digital" atau "imperialisme digital".
"Sekitar 136 negara dunia yang tergabung dalam Organisasi kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada Jumat (8/10/2021) telah menghasilkan terobosan besar penerapan tarif pajak minimum sebesar 15 persen terhadap perusahaan digital global dengan omset mencapai 750 juta euro," kata Bamsoet usai menerima panitia Hari Pers Nasional 2022, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis.
"Sehingga perusahaan seperti Facebook, Netflix, hingga Google bisa dikenakan pajak di masing-masing negara tempat mereka beroperasi, termasuk Indonesia" ujar dia.
Turut hadir antara lain, Penanggung Jawab HPN 2022 sekaligus Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari, dan Ketua 1 Bidang Konvensi HPN 2022 sekaligus Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo.
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan, sebelum adanya keputusan OECD tersebut, Indonesia termasuk sudah menjadi negara terdepan dalam mengejar pajak terhadap berbagai perusahaan digital global.
Bersama Inggris, Australia, dan India, sejak tahun 2017 Indonesia sudah berhasil mendapatkan pajak dari Google. Sejak tahun 2020, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020, Indonesia sudah mengenakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) sebesar 10 persen terhadap 74 perusahaan digital global, termasuk di dalamnya ada Google, Facebook, hingga Netflix.
"Setelah adanya keputusan OECD yang menyepakati pengenaan pajak minum sebesar 15 persen, Indonesia bisa lebih leluasa lagi mengejar berbagai jenis pajak."
"Tidak hanya terhadap 74 perusahaan digital global yang sudah tercatat di Direktorat Jenderal Pajak, melainkan bisa menyasar lebih banyak lagi perusahaan digital global lainnya yang telah beroperasi di Indonesia. Selain itu, kepemimpinan Indonesia dalam G-20 sangat dinantikan agar keputusan OECD tentang pajak minum 15 persen tersebut bisa dipatuhi oleh berbagai perusahaan digital global sehingga bisa terealisasi mulai tahun 2022 ini," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan negara dari PPN PMSE yang disetorkan 74 perusahaan digital global telah mencapai Rp 3,9 triliun. Jumlah tersebut masih sangat bisa ditingkatkan, karena selain melalui PPN PMSE, masih banyak lagi potensi pajak yang bisa diambil.
"Sebagai gambaran, Direktorat Jenderal Pajak Jakarta pernah membuat kajian di tahun 2017 yang menaksir potensi berbagai jenis pajak yang bisa diambil dari Google saja bisa mencapai Rp 450 miliar per tahun. Studi Temasek pada 2019 melaporkan potensi pajak yang bisa didapatkan Indonesia dari berbagai perusahaan digital global bisa mencapai Rp 27 triliun per tahun," pungkas Bamsoet.