Jakarta (ANTARA) - Sebagian wanita merasakan nyeri atau kram selama periode menstruasinya, baik itu menjelang atau selama haid karena otot-otot rahim berkontraksi.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Universitas Indonesia, Moh. Luky Satria Syahbana Marwali mengatakan, nyeri itu bisa dikatakan tak normal bila rasa sakitnya bertambah berat sehingga menyebabkan wanita tidak dapat beraktivitas normal, atau nyeri tidak membaik setelah konsumsi obat pereda nyeri.
Lebih lanjut, nyeri tak normal salah satunya disebabkan endometriosis, yakni jaringan yang membentuk lapisan dalam rahim juga tumbuh di luar rahim.
"Kondisi ini dapat tumbuh pada organ lain di dalam panggul atau perut, dan dapat menyebabkan perdarahan, infeksi, dan nyeri panggul. Nyeri endometriosis dapat berupa rasa sakit, kram, perasaan terbakar, yang dapat dirasakan cukup ringan, atau bahkan sangat parah hingga menurunkan kualitas hidup," ungkap Luky yang berpraktik di RS Pondok Indah IVF Centre, dikutip Selasa.
Selain rasa nyeri hebat ketika menstruasi, wanita dengan endometriosis kerap merasakan rasa nyeri saat berhubungan seksual. Meskipun tidak umum, beberapa dari mereka mungkin mengalami nyeri pula saat buang air kecil, buang air besar, diare, mual, muntah, dan perut kembung.
Dokter biasanya menggunakan beberapa modalitas pemeriksaan untuk memastikan diagnosis endometriosis, antara lain: pemeriksaan panggul, ultrasonografi, MRI dan laparoskopi. Setelah pemeriksaan dilakukan, barulah dokter akan menentukan tahapan endometriosis.
Dari tingkat keparahannya, ada empat tahapan endometriosis, pertama endometriosis minimal yakni muncul jaringan endometrium yang kecil dan dangkal di indung telur. Peradangan juga dapat terjadi di sekitar rongga panggul. Adanya jaringan ini menyebabkan rasa sakit dan disfungsi organ.
Pada tahap 2 atau endometriosis ringan, ada jaringan endometrium yang kecil dan dangkal di indung telur dan dinding panggul. Kemungkinan dapat menyebabkan iritasi selama ovulasi dan atau nyeri panggul.
Selanjutnya, tahap 3 endometriosis menengah yang ditandai munculnya beberapa jaringan endometrium yang cukup dalam di indung telur. Pada tahap ini disebut sebagai kista cokelat, karena setelah beberapa waktu, darah di dalam kista menjadi berwarna merah dan cokelat tua. Apabila kista pecah, dapat menyebabkan sakit perut dan peradangan ekstrem di sekitar panggul.
Terakhir, tahap 4 endometriosis berat. Pada tahap ini, jaringan endometrium, kista, dan perlekatan terjadi cukup parah. Endometriosis dapat tumbuh sangat besar pada tahapan ini, dan ditemukan di indung telur, dinding panggul, saluran indung telur, dan usus.
Penanganan endometriosis
Menurut Luky, endometriosis tidak dapat disembuhkan secara menyeluruh, tetapi bisa ditangani sesuai dengan tahapannya.
Penanganan kasus dapat dilakukan dengan konsumsi obat pereda nyeri, obat hormonal, penyesuaian gaya hidup, ataupun tindakan pembedahan pada kasus yang sudah berat.
Penyesuaian gaya hidup dimulai dari pemilihan asupan makanan yang tepat. Ada beberapa makanan yang sebaiknya dihindari oleh penderita endometriosis, seperti: makanan olahan, produk olahan dari sapi (dairy product), makanan yang mengandung gluten dan kedelai.
Wanita dengan endometriosis juga disarankan menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol, serta mengurangi asupan kafein.
Sebaliknya, mereka disarankan memperbanyak konsumsi makanan berserat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, konsumsi makanan yang kaya omega 3 seperti ikan kembung, ikan salmon, dan makanan yang mengandung magnesium yang tinggi, seperti alpukat, pisang, dan sayuran hijau.
Kasus endometriosis juga bisa ditangani melalui tindakan bedah, salah satunya "membakar" permukaan endometriosis menggunakan laser panas. Namun, karena hanya di permukaan dan meninggalkan akarnya, maka jaringan endometrium sangat mungkin dapat muncul kembali, selain itu memiliki risiko lebih tinggi untuk merusak jaringan yang dibakar. Tindakan ini membutuhkan waktu pemulihan yang cukup singkat.
Jenis lainnya, bedah eksisi atau "menyekop" jaringan endometrium sampai ke akarnya. Tindakan bedah ini dilakukan dengan alat bedah seperti laser dengan metode laparoskopi.
Jaringan endometrium yang diangkat dapat diperiksa patologisnya di laboratorium. Namun, tindakan ini membutuhkan masa pemulihan yang lebih lama dan tidak semua dokter dapat melakukan tindakan ini.
"Dari kedua teknik tindakan bedah tersebut, teknik eksisi dianjurkan untuk dilakukan karena memiliki angka kekambuhan yang lebih rendah. Walaupun demikian, meskipun sudah dilakukan pembedahan, endometriosis masih dapat kambuh kembali. Maka itu, wanita dengan endometriosis harus rutin berkonsultasi ke dokter. Pemberian terapi pengobatan hormonal jangka panjang dapat mengurangi kekambuhan setelah tindakan pembedahan," ujar Luky.
Di sisi lain, tindakan pembedahan yang dilakukan berkali-kali karena kekambuhan endometriosis harus dihindari, karena setiap kali operasi endometriosis (terutama untuk kasus kista) menimbulkan penurunan cadangan ovarium.
Oleh karena itu, menurut Luky, keputusan untuk melakukan operasi pada endometriosis harus didiskusikan terlebih dahulu dengan dokter untuk menentukan kapan waktu yang tepat dilakukan operasi.
Penanganan endometriosis sendiri membutuhkan perencanaan jangka panjang, yang mempertimbangkan fungsi reproduksi (rencana hamil). Kasus endometriosis saja sebenarnya sudah menjadi penyebab gangguan kesuburan. Hal ini karena ada lebih banyak perlekatan pada ovarium yang dapat mengganggu pelepasan sel telur, sehingga sel telur tidak dapat mencapai saluran telur (tuba).
Walau begitu, bagi wanita dengan endometriosis minimal, peluang terjadinya kehamilan secara alami masih cukup tinggi, apalagi bila didukung kondisi sperma suami yang sehat dan normal.