Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menjelaskan bahwa Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 mengenai Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional tidak membubarkan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di tingkat pusat maupun daerah, hanya mengganti namanya menjadi satuan tugas.
"Diintegrasikan tidak perlu dibubarkan, hanya namanya berubah menjadi Satgas Penanganan COVID-19 daerah. Sekali lagi kami tegaskan Gugus Tugas daerah tidak ada yang dibubarkan" kata Pramono saat menyampaikan keterangan pers via daring dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Pramono mengatakan, Gugus Tugas diubah menjadi Satuan Tugas karena saat ini ada dua pelaksana kebijakan di lapangan yakni pelaksana kebijakan penanganan COVID-19 (Satuan Tugas Penanganan COVID-19) dan pelaksana kebijakan pemulihan ekonomi (Satuan Tugas Pemulihan dan Transfromasi Ekonomi Nasional).
Ia menekankan bahwa tanggung jawab dan pola kerja Gugus Tugas dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 sama. Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di daerah dan pusat pun bisa langsung bekerja sesuai Pasal 20 dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020.
"Kenapa Gugus dan Satgas? Gugus Tugas berdiri sendiri karena dibuat Keppres (Keputusan Presiden), karena ini jadi Perpres (Peraturan Presiden) ada satgas yang lain, jadi namanya jadi satgas tapi bekerjanya, tanggung jawab, dan sebagainya adalah sama," katanya.
Selain kedua pemimpin dua satuan tugas, ada Ketua Pelaksana Komite Kebijakan. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana Komite Kebijakan membawahi kedua satuan tugas.
"Ketua pelaksana daily (harian) kebijakan yang bertanggung jawab di lapangan. Di bawah Ketua Pelaksana ada dua Satgas," kata Pramono.
Ia mengatakan bahwa dua satuan tugas dan Komite Kebijakan dibentuk karena penanganan COVID-19 serta pemulihan ekonomi tidak bisa dipisahkan.
Selain itu, ia melanjutkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo harus ada keseimbangan antara "rem" dan "gas" dalam menerapkan kebijakan penanganan COVID-19 serta pemulihan ekonomi.
"Banyak negara yang terlalu heavy (berat pada) penanganan kesehatan, persoalan ekonominya jadi masalah sendiri. Presiden istilahnya mengatur rem dan gas agar persoalan ekonomi bisa diselesaikan, persoalan kesehatan bisa diselesaikan, dengan tingkat kesembuhan makin baik, maka ekonomi juga makin baik, keseimbangan ini jadi penting maka itulah yang diatur Presiden," demikian Pramono Anung.