Jakarta (ANTARA) - Helmy Yahya menjelaskan kronologi pemberhentian dirinya dari posisi Direktur Utama TVRI oleh Dewan Pengawas TVRI, melalui konferensi pers di Jakarta, Jumat siang.
Helmy mengungkapkan sebelum pemberhentian dirinya, Dewan Pengawas terlebih dulu menonaktifkan dirinya dari posisi Dirut.
"Tanggal 4 Desember 2019 saya dinonaktifkan. Saya kaget, oleh karena itu tanggal 5 Desember saya melakukan perlawanan dengan mengatakan SK itu tidak sah," jelas Helmy di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan penonaktifan disampaikan melalui surat dua halaman, dan dilandasi sejumlah alasan. Sejak penonaktifan tersebut, kata dia, mediasi terus dilakukan oleh sejumlah pihak termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika dan dirinya diminta untuk tidak berbicara di media.
Akhirnya, kata dia, Kominfo menyampaikan tidak boleh ada pemecatan.
"Ke semua orang kami datang. Kami bertemu dengan beberapa tokoh DPR, ke BPK, juga menghadap ke Mensesneg dan perintahnya sama, saya diminta untuk menyampaikan pembelaan," beber Helmy.
Helmy pun mengungkapkan bahwa dirinya kemudian melakukan pembelaan terhadap surat dua halaman yang menonaktifkan dirinya itu.
Menurut Helmy pembelaan dilayangkan melalui surat sebanyak 27 halaman.
Semua yang menjadi dasar penonaktifan dirinya oleh Dewan Pengawas dijawab Helmy secara detail.
"Saya menjawab 27 halaman dengan lampiran 1.200 halaman, nggak main-main. Semua catatan yang kata mereka menjadi catatan saya, saya jawab dan sudah saya sampaikan 18 Desember 2019," ujar Helmy.
Helmy mengatakan surat pembelaannya itu mendapat dukungan juga dari jajaran direksi TVRI lainnya yang dibuktikan dengan tandatangan bersama.
Dia menekankan dalam bekerja, direksi TVRI yang berjumlah enam orang memimpin dengan sistem kolektif kolegial, sehingga apa yang dilakukan oleh direksi, merupakan hasil keputusan bersama.
"Kelima direksi mendukung pembelaan saya karena catatan pemberhentian penonaktifan saya itu adalah catatan atas tindakan operasional yang sudah kami putuskan secara kolektif kolegial," jelas Helmy.
Namun, pembelaan itu tidak diterima. Helmy tetap dipanggil Dewan Pengawas dan diberitahukan bahwa dirinya diberhentikan.
Adapun sejak penonaktifan Helmy sebagai Dirut, Dewan Pengawas menunjuk Direktur Teknik LPP TVRI Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian Dirut, menggantikan Helmy.
Helmy lebih jauh menyebutkan salah satu dasar pemberhentian dirinya yakni mengenai pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris yang dinilai tidak tertib administrasi.
Menurut Helmy, pembelian siaran Liga Inggris bertujuan agar TVRI memiliki sebuah konten yang membuat semua orang menonton TVRI.
"Semua stasiun di dunia tentu ingin memiliki sebuah program killer konten atau lokomotif konten yang membuat orang menonton. TVRI karena kepercayaan orang, karena jangkauan kami lima kali lipat dari tv lain, akhirnya kami mendapatkan kerja sama dengan Mola TV untuk menayangkan Liga Inggris, " jelas Helmy.
Direktur Program Pemberitaan TVRI Apni Jaya Putra menjelaskan bahwa sehubungan pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris, jajaran direksi telah melaporkan kepada Dewan Pengawas secara informal maupun administratif.
Dewan Pengawas, kata Apni, juga telah mengeluarkan surat berisi arahan soal penanyangan Liga inggris itu.
Dalam arahannya, Dewas meminta direksi melaksanakan tertib administrasi atas perubahan pola acara dan anggaran TVRI, sehubungan dengan penayangan Liga Inggris dan tetap menjaga keseimbangan program siaran TVRI.
Dewas juga mengingatkan direksi agar tetap memperhitungkan fungsi TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, dengan memastikan penayangan Liga Inggris tetap mampu menunjukan nilai-nilai nasionalitas serta membangkitkan motivasi bagi peningkatan prestasi sepak bola nasional.
Sementara pengadaan atau sewa alat untuk kebutuhan siaran Liga Inggris agar sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat dipertanggungjawabkan keuangannya.
Sejumlah arahan itu menunjukkan dukungan Dewan Pengawas atas penayangan Liga Inggris di TVRI. Terlebih, kata Apni, Dewan Pengawas turut hadir saat peluncuran penayangan Liga Inggris oleh TVRI.