Jakarta (ANTARA) - Penyidik Bareskrim Polri menangkap empat tersangka kasus sindikat penipuan pinjaman daring (online) dan akses ilegal di Sulawesi Selatan.
Para pelaku melakukan penipuan daring dengan berbagai modus berupa investasi ringgit, jual beli daring, jual beli alat-alat elektronik, jual beli alat musik dan jual beli garmen.
Kasus ini terungkap setelah PT Finaccel Digital Indonesia (Kredivo) yang menjadi korban kasus ini, melapor ke polisi, kata Kasubdit II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul, di Mabes Polri, Jakarta, Senin
Kemudian empat tersangka yakni AR alias Ambo (28), San (25), Her (34) dan Tfk (32) ditangkap polisi pada 7 Desember 2017 di tiga lokasi berbeda di Sulawesi Selatan, yakni di Pare-pare, Wajo dan Sidrap.
Keempatnya memiliki perannya masing-masing dalam kasus ini. Ambo perannya membuat SMS blasting. San perannya sebagai bendahara, mengumpulkan uang hasil kejahatan. Sementara tersangka Her dan Tfk perannya sebagai pemasar, berkomunikasi dengan korban untuk meyakinkan korban.
Dalam aksinya, sindikat ini mengirimkan SMS blast berisi tawaran penambahan limit pinjaman, dengan mengatasnamakan Kredivo kepada para nasabah Kredivo. Selanjutnya pelaku meminta username dan password nasabah Kredivo.
Setelah mendapatkan username dan password, akun milik korban kemudian diambil alih pelaku dan digunakan untuk melakukan pembelian di beberapa market place secara daring.
"Kredivo dirugikan karena pembelian itu tidak dibayarkan oleh pemilik akun yang sebenarnya dikarenakan pemilik akun asli merasa tidak pernah melakukan transaksi itu," kata Kasubdit II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul
Dalam kasus ini, Kredivo mengalami kerugian hingga Rp500 juta.
Motif para pelaku melakukan aksinya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Sejumlah barang bukti yang disita dalam kasus ini antara lain 13 ponsel, enam laptop, lima port usb, 94 modem berisi nomor ponsel, 254 simcard berbagai provider, uang Rp4,5 juta, router merk Nokia, dua KTP dan lima kartu ATM debit.
"Dari keseluruhan barang bukti yang disita, aset mereka (pelaku) kurang lebih Rp100 juta," katanya.
Sementara omset yang dihasilkan dari aksi pelaku mencapai Rp100 juta hingga Rp200 juta per bulan.
"Mereka sudah melakukan aksinya tiga hingga empat tahun," katanya.
Keempat tersangka dijerat Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 dan/atau Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman pidana 12 tahun penjara.
Saat ini penyidik sedang mengejar RH yang diduga bos dari kelompok tersebut.