Kendari (Antara Sultra) - Kalangan petani buah rambutan di Desa Lameuru dan Ambepua Kecamatan Ranomeeto Selatan atau sekitar 15km selatan Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara lesu karena produksi buah merosot dibanding tahun lalu.
Petani jeruk I Made Suastika (58) di Lameuru, Senin, mengatakan buah rambutan yang biasanya dipanen pada bulan April hingga Juni itu, hanya bisa dipetik tidak lebih dari satu kuintal atau di bawa 100 kilogram karena buahnya rusak akibat hujan yang melanda wilayah itu selama dua bulan lamanya.
"Biasanya kami panen hingga mencapai satu hingga dua ton atau sekitar 1.000 - 2.000 kilo gram dari luas tanaman hampir 1,5 hektare," ujarnya.
Ia mengatakan, gagalnya buah rambutan tahun ini menyebabkan biaya produksi yang di keluarkan seperti pembelian pupuk dan pembersihan lahan masih sulit tertutupi akibat produksi buah tahun ini rusak.
Pantauan di sejumlah pusat penjualan buah di Kota Kendari, nampak hanya beberapa penjual buah rambutan yang menjajakan jualannya dengan haraga yang relatif tinggi yakni mencapai Rp25.000 - Rp30.000 per kilogram. Sedangkan harga biasanya hanya berkisar Rp10.000 -Rp15.000 per kilogram.
Menurut salah seorang pedagang buah Daeng Nana (45), mengatakan tahun ini produk buah persediannya terbatas akibat merosot produksi dari petani, baik produk antarpulau maupun buah lokal.
Akibatnya kata dia, harga cenderung lebih mahal dibanding dengan tahun sebelumnya, karena produksi terbatas sementara permintaan konsumen saat sebelum dan pasca lebaran Idul Fitri tahun ini lebih meningkat.
"Kalau buah-buahan lainnya seperti, pisang, nenas dan pepaya stoknya cukup tersedia, sehingga meskipun ada kenaikan harga tidak begitu besar," ujar Daeng seraya menambahkan sementara buah produk lainnhya seperti durian maupun buah duku juga nampak dijual namun stoknya terbatas, karena kedua buah-buahan itu didatangkan dari luar daerah seperti Poso dan Banggai Sulawesi Tengah.