Kupang (Antara News) - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur alami kesulitan mencegah pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal asing di wilayah perairannya karena minim fasilitas patroli.
"Saya mau jujur kalau kami sangat kesulitan untuk halau upaya pencurian ikan di wilayah laut NTT. Fasilitas kami sangat minim," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur Abraham Maulaka, di Kupang, Kamis.
Menurut Abraham, saat ini DKP NTT hanya memiliki satu kapal patroli untuk mengawasi perairan di daerahnya dari aksi pencurian ikan atau illegal fishing oleh kapal-kapal asing .
Dia mengungkapkan dibutuhkan dukungan semua kabupaten di daerah ini untuk pengadaan kapal patroli guna pengamanan wilayah laut.
"Dengan luas wilayah perairan NTT 250 ribu kilo meter persegi, peralatan yang kami miliki tidak berbanding lurus dengan kondisi yang ada, terutama pengamanan wilayah laut dari aksi illegal fishing," katanya.
Dia mengatakan untuk pengamanan wilayah laut di NTT dibutuhkan tiga cluster pengawasan, yakni pengawasan untuk perairan Timor yang berpusat di Kupang, perairan Flores di Maumere, dan perairan Sumba yang berpusat di Waikabubak.
Untuk itu, lanjutnya, perlu dukungan peralatan yang sangat minim, pihaknya kesulitan mendeteksi kapal-kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah perairan NTT yang cukup luas ini.
Selama ini, kata Maulaka, untuk melakukan pengawasan di wilayah perairan NTT, telah dibentuk Badan Koordinasi Pengamanan Laut (Bakorkamla) yang melibatkan sejumlah instansi terkait termasuk TNI Angkatan Laut dan Polair.
Saat ini, lanjutnya, sedang dilakukan operasi tim gabungan di wilayah selatan perairan Timor. Namun belum diketahui, apakah ada kapal berbendera asing yang tertangkap dalam operasi itu.
Menurutnya, di wilayah itu sering ditemukan rumpon-rumpon yang dipasang di sekitar itu. Jika rumpon-rumpon itu tidak berdokumen akan diputuskan talinya.
Demikian pula kapal-kapal asing yang memasuki wilayah perairan NTT, akan ditangkap dan disita dokumennya.
"Sejauh ini kapal-kapal asing jarang ditemukan masuk wilayah perairan NTT. Kebanyakan kapal-kapal dari luar yang mencari ikan di NTT berasal dari Bali," katanya.
Menurutnya, ada juga modus kapal asing yang menggunakan bendera Indonesia seperti yang tertangkap di beberapa tempat.
Dengan kondisi tersebut, maka kapal-kapal itu juga harus diperiksa dan ditelusuri dokumennya, untuk selanjutnya dikenakan sanksi, sesuai aturan, termasuk penenggelaman kapal.
Maulaka menegaskan, praktik pencurian ikan juga dilakukan dengan modus transhipment (alih muatan) di tengah laut.
Ini terjadi antara kapal berbendera Indonesia dengan kapal-kapal berbendera asing. Hal ini sangat merugikan negara karena berkaitan dengan pajak.
Mengenai Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Pencurian Ikan yang baru dibentuk Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Abraham mengatakan, belum ada instruksi untuk pembentukan Satgas tersebut di tingkat daerah.
Meski demikian, pihaknya berupaya agar peran Bakorkamla yang sudah ada terus ditingkatkan seiring komitmen Pemerintah Pusat untuk mengamankan wilayah laut dari penjarahan hasil-hasilnya oleh kapal-kapal asing.
"Setidaknya perlu ada perhatian pemerintah pusat, untuk melengkapi fasilitas demi pencegahan dan penegakan hukum di daerah ini," kata Abraham.