Jakarta, (Antara News) - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Almuzzammil Yusuf menilai penerapan sistem proporsional terbuka dalam Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014 telah merusak kualitas pemilu sehingga perlu dikaji ulang.
"Politik uang, kecurangan, dan konflik antarcalon anggota legislatif dalam internal partai dan antarpartai pada Pemilu 9 April 2014 lalu merupakan buah dari sistem proporsional terbuka yang dipaksakan oleh partai-partai besar," kata Muzzammil yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI, dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Menurut Almuzzammil Yusuf, ketika itu alasan parpol besar adalah persaingan bebas dan mengakomodasi banyak tokoh agar terlibat dalam politik di parlemen.
Namun, katanya, dalam pelaksanaannya ternyata sistem itu telah mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dalam Pemilu 2014.
"Saya melihat masyarakat, penyelenggara pemilu, dan caleg belum siap dengan proporsional terbuka. Terbukti politik uang dan kecurangan meraja lela di internal partai, di penyelenggara pemilu, dan masyarakat," katanya.
Untuk itu, Muzzammil mengajak pimpinan partai politik mengkaji ulang sistem proporsional terbuka yang digunakan dalam Pemilu 2014.
Ia menambahkan, ide PKS ketika pembahasan masalah itu di DPR pada tahun 2012 adalah pemilu murah, mudah, minim manipulasi dan mengutamakan kader partai dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Namun, katanya, sistem ini hanya didukung Fraksi PKS, Fraksi PDIP, dan Fraksi PKB. Dalam voting yang dilakukan, fraksi lainnya di DPR yang mendukung sistem proporsional terbuka menang.
"Jika sistem proporsional terbuka ini dipertahankan untuk Pemilu 2019, kejadian yang sama akan terulang," ujarnya.
Keunggulan sistem proporsiona tertutup, kata Muzzammil, di antaranya lebih menjamin penguatan organisasi partai politik, adanya pendidikan politik masyarakat dalam kampanye, seleksi kandidat berbasis kualitas dan kapasitas (bobot, bibit dan bebet) kader.
"Sistem ini mendorong proses kaderisasi yang sehat dan mengantarkan kader-kader terbaik partai untuk memberikan pengabdian terbaiknya kepada bangsa dan negara melalui lembaga-lembaga legislatif di pusat dan di daerah," tuturnya.
Melalui sistem ini pula, kata Muzzammil, memungkinkan biaya pemilu yang lebih murah dan pelaksanaan pemilu yang lebih mudah melalui e-voting seperti di India dan Brazil.
"Pemilu bisa dengan teknologi canggih yang portable, cepat, murah, dan lebih terpercaya," katanya.
Untuk itu, Muzzammil berharap Pemilu 2019 nanti, Indonesia sudah dapat menggunakan e-voting.
Menurut dia, kualitas, kekuatan, dan akurasi alat e-voting di kedua negara itu seperti "black box" pesawat terbang yang terkunci, kuat, portable, dan bisa pakai accu mobil untuk daerah yang tidak ada aliran listrik.
"Yang tak kalah penting, e-voting tidak menggunakan surat suara, sehingga dapat menghemat jutaan ton kertas," ujarnya.