Kendari (Antara News) - Pemerintah Kabupaten Kolaka memanfaatkan dana pertanggungan jawab sosial dari perusahaan pertambangan melalui anggaraan pendapatan belanja daerah (APBD), agar tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Hal itu dikemukakan pengacara, Dahlan Moga di Kendari, Jumat, menanggapi pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait perkara dugaan korupsi penjualan nikel kadar rendah milik PT Inco yang melibatkan Bupati Kolaka non aktif, BM dan Direktur PT KMI, AAS.
"Dana CSR yang dimasukan APBD merupakan kebijakan Bupati Kolaka, yang ingin mempertanggungjawabkan dana tersebut kepada publik secara transparan dan akuntabel," kata Dahlan yang juga salah seorang pengacara BM.
Dana CSR yang masuk dalam APBD Kolaka, menurut JPU, seharusnya pengelolaannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, namun pengelolaan dana CSR dalam APBD ini tidak sesuai ketentuan tersebut, sehingga ada pelanggaran hukum yang berakibat pada kerugian keuangan negara.
Sementara itu, Dahlan berpendapat kebijakan memasukkan dana CSR dari PT Inco ke APBD Kabupaten Kolaka, bukan perbuatan melawan hukum apalagi sampai merugikan keuangan negara seperti pendapat JPU.
"Dengan memasukkan dana CSR dalam APBD Kolaka, keuangan negara malah diuntungkan, bukan dirugikan," katanya.
Menurut Dahlan, pengelolaan dana CSR dari PT Inco tersebut, sudah dipertanggungjawabkan Bupati Kolaka, BM kepada PT Inco sebagai pihak pemberi CSR.
"Fakta-fakta itu, sudah diungkapkan di persidangan dan diakui sendiri oleh mantan Presiden Direktur PT Inco, Clayton Alen Wenas yang dihadirkan sebagai saksi," katanya.
Oleh karena tidak ada unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara dalam perkara tersebut seperti bunyi pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, maka BM tidak bisa didakwa bersalah dan dituntut hukuman penjara.
Majelis hakim yang mengadili perkara itu, kata dia, harus menolak tuntutan JPU dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.