Kolaka, (Antara News) - Aliansi masyarakat dan mahasiswa (AMM) yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kolaka, bentrok dengan pihak keamanan di dalam ruang gedung DPRD setempat saat akan melakukan dialog dengan pimpinan dewan.
Kejadian itu berawal saat ketua HMI Kolaka, Dody maju ke depan meja pimpinan dan dihalau oleh aparat keamanan serta satuan polisi pamong praja sehingga aksi saling dorong pun terjadi sehingga beberapa mahasiswa terjatuh dan memicu mahasiswa lainnya untuk mendorong mundur aparat keamanan.
Beruntung dalam insiden itu Kapolres Kolaka AKBP Hartoyo dan beberapa petinggi Polres Kolaka yang ikut dalam memantau demonstran itu menenangkan massa mahasiswa sehingga kembali kondusif.
"Saya minta semua aparat kepolisian untuk mundur jangan ada yang memancing keributan, kami menginginkan agar situasi aksi ini berjalan kondusi," kata mantan Kapolres Konawe itu.
Mendengar perkataan Kapolres itu akhirnya semua aparat baik kepolisian maupun satpol PP serta mahasiswa kembali tenang sehingga dialog yang dipimpin wakil ketua DPRD Suaib Kasra kembali dilanjutkan.
Dalam dialog itu Massa HMI meminta kepada pihak legislatif untuk segera membuat rekomendasi kepada pihak Pemerintah daerah dan mendagri untuk menolak mengikut sertakan warga Kolaka timur dalam pemilihan kepala daerah Kolaka 2013-2019 mendatang.
"Kami meminta kepada pimpinan dewan untuk membuat rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah daerah serta Mendagri untuk tidak mengikutkan masyarakat Kolaka Timur dalam memilih Bupati pada pilkada Kolaka pada bulan Oktober nanti," tegas Dody ketua HMI cabang Kolaka.
Menurut dia, saat ini Kabupaten Kolaka Timur sudah berdiri sendiri dan memiliki undang-undang sendiri sebagai daerah otonomi baru yang disahkan oleh Mendagri beberapa bulan lalu bersamaan dengan daerah lain.
"Sejak itu hak politik masyarakat kolaka timur sudah tidak bisa lagi dalam memilih Bupati kolaka sebagai Kabupaten induk karena sudah menjadi daerah otonomi baru (DOB)," ungkapnya.
Senada dengan Dody, dari Aliansi masyarakat, Jabir juga mengkritisi adanya surat edaran Mendagri melalui Dirjen otoda nomor: 375/1306/OTODA, perihal hak pilih masyarakat Kolaka Timur pada pilkada Kolaka selaku kabupaten induk.
"Ini yang menjadi polemik ditengah masyarakat dengan adanya surat edaran itu," tegas Koordinator Forsda Kolaka.
Menanggapi hal itu Suaib Kasra mengatakan apa yang di suarakan oleh aktivis dari aliansi masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dengan HMI sepakat dengan apa yang menolak keikutsertaan warga kolaka timur dalam menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada Bupati Kolaka mendatang.
"Kami di DPRD memang sudah sepakat dengan tidak di ikut sertakan masyarakat Kolaka Timur dalam memilih Bupati Kolaka mendatang," tegas Suaib Kasra.
Mantan kepala BPMD Kolaka itu telah mempertanyakan ke Mendagri melalui Dirjen Otoda terkait persoalan ini dengan alasan yang sama yakni Koltim sudah memiliki pejabat bupati.
"Selain itu juga otomatis beban anggaran pilkada Bupati Kolaka akan membengkak dari Rp.12,5 miliar yang telah ditetapkan oleh DPRD," jelasnya.
Pelaksana Bupati Kolaka Amir Sahaka, dalam dialog itu juga menegaskan agar masing-masing elemen membuat rekomendasi sebagai dasar pemerintah daerah serta DPRD untuk diajukan ke Mendagri.
"Kami meminta agar segera membuat rekomendasi sebagai dasar pemerintah untuk mengajukan, ke Mendagri terkait hak pilih warga Kolaka timur," tegasnya.