Kendari (ANTARA News) - PT Antam (Persero) Tbk, pada sidang akhir sengketa permaslahan lahan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara (Konut) oleh majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, Sulawesi Tenggara yang dipimpin Hakim Ketua Firdaus Muslim, dengan menolak gugatan dalam persidangan itu.
Alasan hakim menolak dalam putusan itu karena Antam dinilai tidak memiliki lagi kepentingan di atas lahan tersebut, karena IUP yang dipegangnya dianggap bermasalah.
Kuasa hukum PT Antam Tbk, Todung Mulya Lubis bersama sejumlah pengacara lainnya kepada wartawan di Kendari, Selasa mengatakan, hasil putusan pengadilan dianggapnya sangat berbahaya dan merupakan pelanggaran yang kasar, sehingga dirinya sebagai penggugat menyatakan akan melakukan banding.
"Tentu kami sebagai kuasa hukum PT Antam, menyatakan melakukan banding," katanya seraya menambahakan bahwa jauh sebelum putusan akhir sidang sengketa lahan hari ini dengan melawan Bupati Konawe Utara, Aswad Suleman terkait sengkata lahan melanggar dari Undang-Undang.
Dimana pada surat Bupati Konawe Utara yang memberikan ijin usaha pertambangan (IUP) SK No 153/2011 dan SK No 154/2011) kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM) dan PT Sriwijaya Raya di atas lahan milik PT ANTAM (Persero) Tbk di Konawe Utara Sulawesi Tenggara dinilai telah bertentangan dengan Undang-undang Pertambangan dan peraturan pelaksananya serta Asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Oleh karena itu, pada prinsipnya, kata Todung, Bupati Konawe Utara seharusnya melindungsi aset-aset negara yang dirampas oleh perusahaa swasta itu, malah justru sebaliknya memberikan aset yang sudah dikuasi PT Antam sebagai perusahaan milik negara sejak puluhan tahun silam dengan beralasan otonomi daerah.
"Saya tidak menyatakan otonomi daerah itu salah, tetapi bagaimana kebijakan seorang bupati yang tidak semena-mena menghalalkan segala cara sehingga lahan PT Antam itu diambil dan dirampas begitu saja kepada pihak lain," katanya.
Sebagai masukan bahwa, sengketa lahan milik PT Antam Tbk seluas 6.213 hektare dengan Bupati Konawe Utara itu terletak di Desa Tapunopako Kecamatan Molawe kini, oleh SK Bupati Konut yang memperbolehkan PT DIPM dan PT Sriwijaya Raya, telah menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit yakni berkisar Rp40 triliun lebih bila tambang yang ada di lokasi itu diolah.
"ANTAM sebagai pemegang ijin pertambangan yang sah dan BUMN pertambangan, tidak bisa melaksanakan aktivitas pertambangan dengan optimal, sehingga mengakibatkan pemasukan negara dari sektor tambang berkurang," jelas Todung.
Ia juga menambahkan, bahwa sengketa lahan tambang di Konawe Utara, jauh sebelum putusan akhir PTUN Kendari yang menolak gugatan PT Antam, juga sudah disampaikan kepada Menteri BUMN, KPK dan Kejagung bahwa lahan yang diserobot dua perusahaan itu atas perintah Bupati Konawe dianggap bertentangan undang-undang dan sudah melampauhi batas kewenangan bagi seorang bupati.
Kuasa Hukum Pemkab Konawe Utara, Abdul Razak Naba dan Muhammad Supono yang dicoba dihubungi hingga saat ini belum ada jawaban terkait hasil putusan akhir di PTUN Kendari. (Ant).