Pontianak (ANTARA) - Anggota DPR RI periode 2019-2024 sekaligus mantan Gubernur Kalimantan Barat 2008-2018, Dr. (HC) Cornelis, meminta Kementerian ATR/BPN untuk bersikap tegas dan segera menyelesaikan konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan di Kalbar telah berlangsung lama.
"Maraknya sengketa lahan di Kalimantan Barat disebabkan oleh lemahnya pengawasan terhadap hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan yang sering tumpang tindih dengan kepemilikan lahan masyarakat. Masih banyak HGU yang di dalamnya terdapat perkampungan, kebun, dan tanah masyarakat yang belum terselesaikan sehingga pemerintah harus segera turun tangan agar konflik ini tidak semakin meluas," kata Cornelis di Pontianak, Jumat.
Ia menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan legalitas pengelolaan lahan oleh perusahaan perkebunan, khususnya di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Baca juga: Menteri Nusron: Kantor BPN tetap buka layanan saat WFA dan libur Lebaran
Cornelis juga menyoroti dugaan penyerobotan lahan oleh perusahaan besar yang beroperasi di Kalbar, termasuk di Kabupaten Ketapang. Sejumlah perusahaan perkebunan diduga menguasai lahan warga dengan dalih skema plasma, namun tidak memenuhi prinsip transparansi dan keadilan bagi masyarakat.
Dia menambahkan bahwa penyelesaian konflik agraria di Kalbar membutuhkan ketegasan dari pemerintah pusat, bukan hanya tindakan sporadis terhadap perusahaan tertentu.
"Kementerian ATR/BPN dan KLHK harus memastikan hak-hak masyarakat tidak dirampas oleh korporasi. Ketidaktegasan pemerintah hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat," ujar Cornelis.
Masyarakat Kalbar berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung bertahun-tahun, demi keadilan dan kepastian hukum bagi warga yang terdampak.
Baca juga: Menko AHY serahkan sertifikat hak milik untuk 68 KK warga Rempang
Ketua Koperasi Nasional Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, M. Sandi, turut mengungkapkan bahwa warga di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, telah lama berjuang mendapatkan kembali hak atas tanah mereka yang diduga diserobot oleh PT Sandai Makmur Sawit dan PT Mukti Plantation, anak perusahaan Mukti Group.
"Mukti Group diduga mengelola lahan warga dengan kedok plasma, tetapi tidak sesuai prinsip kemitraan yang adil. Tanah dan kebun warga dipakai tanpa pemberitahuan dan pembagian keuntungan, bahkan ada indikasi perusahaan tersebut merambah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK)," ungkap Sandi.
Ia mengapresiasi ketegasan Presiden Prabowo Subianto yang telah menyegel lahan milik perusahaan di Riau dan berharap tindakan serupa dilakukan terhadap perusahaan di Kalbar yang diduga melakukan pelanggaran.
"Warga di Sandai, Ketapang, selama ini merasa tertindas. Kami berharap pemerintah menyegel Mukti Group yang diduga tidak hanya menyerobot lahan warga, tetapi juga terindikasi menggelapkan pajak selama puluhan tahun. Tidak hanya masyarakat, negara juga dirugikan triliunan rupiah akibat dugaan penghindaran pajak," tegasnya.
Baca juga: Menteri Nusron: Sertifikat tanah periode 1961-1997 rawan diserobotBaca juga: Jaga silahturahim, BPN Mubar gelar buka puasa bersama
Baca juga: BPN Mubar ingatkan masyarakat menjaga tanda batas tanah