Palu (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Sarifudin Sudding menegaskan wacana penggabungan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri merupakan penghianatan terhadap semangat reformasi.
"Janganlah karena emosional sesaat, institusi yang sama-sama kita cintai ini, kemudian dikambinghitamkan. Saya kira itu adalah penghianatan atas semangat reformasi," katanya dihubungi dari Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin.
Dia menjelaskan pemisahan antara TNI dan Polri merupakan semangat reformasi, yang diharapkan Polri dapat bekerja secara mandiri.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertujuan mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
"Bisa dibayangkan kalau institusi ini di bawah kementerian, pasti upaya-upaya penegakan hukum tidak akan profesional," katanya menegaskan.
Menurut dia, dengan beberapa kejadian-kejadian belakang ini, tidak menjadi alasan bahwa institusi Polri harus digabungkan dengan kementerian.
Dia menyarankan bahwa hal yang perlu dibenahi adalah semangat reformasi secara internal.
Menurut ia, perlu dilakukan revolusi mental di Polri sehingga institusi di bawah kendali langsung presiden itu, mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan mandiri.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menjelaskan alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri karena banyaknya masalah di internal Polri.
Kata dia, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000, agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.
Anggota Komisi II DPR menyatakan wacana mengembalikan Polri ke Kemendagri sebetulnya sudah pernah mengemuka. Ia pun tak masalah jika saat ini mayoritas fraksi partai di DPR menolak usul PDIP.