Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan tingkat kepuasan publik atau approval rating terhadap dia sempat melorot di masa-masa awal pemerintahannya akibat kebijakan memotong subsidi bahan bakar minyak (BBM).
"Kembali ke 10 tahun yang lalu, saya ingat dulu saat pengalihan subsidi BBM, subsidinya kita potong tetapi harganya tentu naik," ujar Presiden saat berpidato dalam pembukaan Kompas 100 CEO Forum di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Jumat siang dipantau secara daring di Jakarta.
Jokowi mengatakan, saat itu tingkat kepuasan publik terhadap dia melorot dari 72 persen menjadi 43 persen akibat kebijakannya tersebut.
"Saat itu, saya ingat approval rating saya 72 (persen) karena menaikkan BBM jatuh melorot menjadi 43 persen, tetapi sudah saya hitung ya itu sebuah risiko yang harus saya ambil, memutuskan sesuatu yang memang kita rencanakan kita ukur, dan berani atau tidak, saya putuskan berani. Jatuh ke 72 (persen), jatuh ke 43 (persen)," ucapnya.
Namun, Jokowi mengatakan dari kebijakan yang tidak populer tersebut, Indonesia dapat memiliki ruang fiskal yang lebih besar dan utamanya untuk membangun proyek-proyek infrastruktur.
"Kira-kira melompat ruang fiskal kita tambahnya ada Rp170-an triliun saat itu. Dari situlah kita berangkat membangun yang namanya infrastruktur," ujar Presiden.
"Dan selama 10 tahun ini jelas, dari anggaran yang ada sekarang kita telah memiliki jalan desa baru. Ini saya mulai dari yang jalan desa karena orang selalu berbicara kok ketemu jalan tol, padahal jalan desa yang telah kita bangun selama 10 tahun itu ada 366.000 km," kata dia menambahkan.
Selain itu, jalan tol juga telah dibangun sepanjang 2.433 km dalam 10 tahun terakhir ini.