London (ANTARA) - Sedikitnya 196 aktivis lingkungan tewas dibunuh tahun lalu akibat upaya mereka melindungi masyarakat dan kelangsungan planet ini, menurut laporan Global Witness yang dirilis pada Selasa (10/9).
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional itu mengungkapkan bahwa angka kematian aktivis lingkungan di seluruh dunia pada 2012-2023 mencapai 2.106.
Angka itu menunjukkan risiko yang dihadapi para pembela lingkungan kian meningkat.
Kolombia tercatat sebagai negara paling mematikan bagi aktivis lingkungan dengan 79 pembunuhan tahun lalu, meningkat signifikan dari 60 kematian pada 2022 dan 33 kematian pada 2021.
Angka kematian pada 2023 itu menjadi rekor tertinggi yang pernah dicatat oleh Global Witness di sebuah negara dalam satu tahun.
Angka itu juga menempatkan Kolombia, di mana 461 pembunuhan dilaporkan dalam satu dekade terakhir, sebagai negara paling berbahaya bagi aktivis lingkungan.
Negara-negara Amerika Latin lainnya juga mencatat tingkat kekerasan yang tinggi.
Pada 2023, Brasil melaporkan 25 kasus pembunuhan aktivis lingkungan, sedangkan Meksiko dan Honduras masing-masing mencatat 18 kasus.
Berdasarkan jumlah penduduknya, Honduras memiliki tingkat pembunuhan aktivis lingkungan paling tinggi, yang menjadikan Amerika Tengah salah satu kawasan paling berbahaya bagi mereka.
Pada tahun yang sama, Nikaragua mencatat kematian 10 aktivis lingkungan, sedangkan Guatemala dan Panama masing-masing melaporkan empat kematian.
Laporan LSM itu juga mengungkapkan bahwa penduduk asli dan warga keturunan Afrika menjadi target pembunuhan. Jumlah kematian aktivis dari kalangan mereka mencapai 49 persen dari seluruh kasus.
"Saat krisis iklim kian parah, mereka yang berani menyuarakan kepentingan planet kita justru menghadapi kekerasan, intimidasi, dan pembunuhan," kata Laura Furones, penasihat senior Global Witness.
Dia meminta pemerintah-pemerintah di seluruh dunia bertindak tegas untuk melindungi para aktivis dan mengatasi faktor-faktor mendasar yang memicu kekerasan terhadap mereka.
Sumber: Anadolu