Kendari (ANTARA) - Kegiatan ekspor sangat penting peranannya bagi perekonomian daerah maupun perekonomian negara karena sebagai salah satu variabel injeksi pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat diartikan bahwa apabila ekspor suatu negara meningkat maka perekonomian negara tersebut akan lebih meningkat karena adanya proses multiplier dalam kegiatan perekonomian.
Tujuan ekspor bukan hanya menghasilkan devisa negara dan mengurangi defisit transaksi berjalan, tetapi juga dengan ekspor kita dapat membantu perekonomian masyarakat, mendorong para pelaku usaha untuk tumbuh dan membuka lapangan kerja sehingga kita dapat menekan kesenjangan dan mengurangi angka kemiskinan.
Sektor pertanian termasuk di dalamnya sub sektor perkebunan masih memegang peranan cukup strategis dalam pertumbuhan produk domestik bruto negara kita.
Sektor pertanian mampu menyediakan lapangan kerja, menyediakan bahan baku bagi industri hasil pertanian dan meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian.
Sub sektor perkebunan mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan sub sektor lain antara lain ketersediaan lahan, iklim menunjang, dan ketersediaan tenaga kerja. Hal tersebut dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasar dunia.
Salah satu komoditas perkebunan yang berperan dalam menyumbang devisa negara adalah biji jambu mete.
Jambu mete dengan nama latin anacardium occidentale merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan cukup potensial karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan baku industri makanan.
Pengusaha jambu mete mempunyai nilai strategis terutama untuk pemanfaatan lahan marginal, sehingga penyelamatan dan pelestarian sumber daya pembangunan karena jambu mete adalah tanaman konservasi lahan marginal (kering dan kritis).
Di Sulawesi Tenggara jambu mete telah menjadi tumpuan masyarakat pedesaan yang tinggal di lahan kering marginal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di tengah situasi pandemi dan perekonomian global yang sedang lesu pada saat ini juga terdampak pada pasar ekspor yang ikut menurun.
Namun, kondisi tersebut tidak boleh membuat menyerah namun sebaliknya harus tetap produktif dan harus selalu melihat lebih jeli pasar ekspor komoditi potensi sumber daya alam yang masih terbuka lebar di negara-negara yang juga pada saat ini sedang mengalami pandemi.
Salah satu komoditi potensi yang dimaksud adalah jambu mete yang tersebar di hampir semua kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara di mana salah satu diantaranya terdapat di Kabupaten Buton Utara.
Gubernur Sulawesi Tenggata Ali Mazi mengatakan, total ekspor Sulawesi Tenggara umumnya masih didominasi sektor pertambangan seperti besi dan baja, bahan bakar mineral, biji-bijian dan hasil perikanan laut seperti ikan dan udang.
Tetapi terdapat juga sumbangan ekspor dari sektor pertanian dan perkebunan seperti jambu mete, kelapa, kakao dan komoditi lainnya walaupun nilai persentasenya masih sedikit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) total nilai ekspor Sulawesi Tenggara selama periode Januari-November 2020 sebesar 409,907 juta dolar AS.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor Januari-November 2020 ekspor produk industri pengolahan berkontribusi sebesar 99,49 persen, ekspor produk pertambangan 0,2 0 persen dan sisanya 0,32 persen adalah kontribusi dari produk pertanian.
Gambaran data capaian ekspor tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini ekspor produk pertanian Sulawesi Tenggara masih sangat minim karena masih banyak potensi pertanian yang belum tergarap secara maksimal khususnya pada sub sektor perkebunan baik pada sisi keragaman produk (komoditi) kreativitas dan kualitas data dari sisi volume dan tujuan negara ekspor.
Hal ini diperlukan komitmen kuat semua pemangku kepentingan untuk melakukan penanganan terpadu di seluruh sektor baik hulu maupun hilir serta harus selalu proaktif dan tidak pasif.
Ali Mazi mengimbau kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan instansi terkait agar terus meningkatkan sinergitas antarpemangku kepentingan dalam rangka mendorong peningkatan ekspor Sulawesi Tenggara serta terus mendorong dan memberikan motivasi kepada para pelaku usaha yang sudah siap, baik produktif maupun komoditi lainnya agar lebih berusaha memasarkan produk usahanya ke pasar global.
Selain itu, pemerintah daerah harus dapat lebih proaktif memfasilitasi dan membantu para pelaku usaha mengatasi permasalahan dalam mengembangkan komoditas ekspornya baik berupa keterbatasan akses informasi pasar dan promosi ekspor, permasalahan bahan baku, keterbatasan orientasi ekspor, kurangnya permodalan, inovasi, dan permasalahan ekspor lainnya yang dihadapi pada saat ini.
Para pelaku usaha, juga diminta terus berinovasi mengembangkan produk komoditas unggulan daerahnya agar semakin banyak produk unggulan Sulawesi Tenggara yang bisa menembus pasar internasional, selain itu terus berupaya meningkatkan daya saing sehingga semakin kompetitif di pasar global.
Ia berharap dengan adanya ekspor dapat menjadi semangat dalam upaya kreatif dan lebih produktif yang berkelanjutan sehingga ke depan bukan hanya nilai ekspor yang akan meningkat tetapi juga dapat menggerakkan roda perekonomian daerah, meningkatkan taraf hidup masyarakat sekaligus ikut berkontribusi terhadap peningkatan ekspor non tambang.
Menurutnya hal itu sejalan dengan program prioritas pemerintah provinsi yaitu program Sultra produktif yang sasarannya antara lain memajukan daya saing wilayah melalui penguatan ekonomi lokal atau peningkatan nilai tambah sumber daya alam, peningkatan investasi pada sektor sektor unggulan dan peningkatan kegiatan ekspor komoditi daerah.
Ekspor perdana
Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Kendari memfasilitasi pelepasan ekspor 48 ton biji mete asal Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ke Vietnam.
Biji mete atau Anacardium occidentale yang diekspor dengan nilai perdagangan sekitar Rp939 juta diberangkatkan melalui Pelabuhan New Port Kendari pada Jumat 15 Januari 2021 lalu.
Kepala Karantina Pertanian Kendari N. Prayatno Ginting mengatakan ekspor tersebut dilakukan oleh koperasi Bina Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara yaitu koperasi Konami Bina Sejahtera yang berkedudukan di ereke Kabupaten Buton Utara bekerjasama dengan perusahaan Nuts 2 Belanda.
Ia menyampaikan, pihaknya sebagai otoritas karantina hanya memfasilitasi ekspor dengan memastikan biji mete telah memenuhi persyaratan teknis.
Gubernur Sultra, Ali Mazi yang hadir dan turut menyaksikan pelepasan perdana biji mete di awal tahun 2021 ini memberikan dukungan dan mendorong penuh terhadap upaya meningkatkan ekspor.
Gubernur juga menyebutkan, selain biji mete banyak hasil pertanian ekspor unggulan asal wilayahnya, antara lain kopra, kakao, beras, cengkih, jagung, lada, kemiri dan sarang burung walet.
Ia berharap agar pencapaian tersebut dapat lebih ditingkatkan lagi ke depan sehingga menjadi contoh dan inspirasi bagi pemerintah kabupaten/kota lain di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi komoditi ekspor di wilayahnya, demi mendorong peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah serta bagi perekonomian nasional.
Kepala Pusat Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan, Junaidi yang hadir mewakili Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) menyebutkan bahwa peluang dan potensi ekspor komoditas asal sub sektor perkebunan ini sangat besar.
Selain Kabupaten Buton Utara kata dia, terdapat kabupaten lainnya di Sultra yang memiliki potensi ekspor biji mete yakni Muna dan Buton.
Lima negara
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulawesi Tenggara (Sultra), menyampaikan bahwa provinsi tersebut telah melakukan ekspor empat komoditas tanaman perkebunan unggulan ke lima negara sepanjang 2020.
Kepala Disperindag Sultra Sitti Saleha mengatakan empat komoditas tanaman perkebunan tersebut adalah kelapa, kakao, mete dan lada dengan negara tujuan ekspor yakni Tiongkok, Malaysia, Jerman, Vietnam dan India.
Komoditas tanaman mete dalam bentuk olahan kacang mete pada 2020 berhasil mengekspor ke negara India dan Vietnam dengan total volume ekspor 103,4 ton dengan nilai Rp15,5 miliar.
Selanjutnya komoditas kelapa dalam bentuk olahan kelapa serabut atau serabut kelapa sebanyak 35,4 ton dengan nilai ekspor Rp2,1 miliar, sedangkan negara tujuan ekspor adalah Vietnam dan Malaysia.
Untuk ekspor komoditas tanaman kakao dalam bentuk kakao cair sebanyak 20 ton dengan nilai ekspor Rp1,6 miliar dengan negara tujuan ekspor adalah Jerman.
Sementara untuk komoditas tanaman lada yakni lada biji sebanyak 27 ton dengan nilai ekspor Rp425 juta, sedangkan negara tujuan adalah Tiongkok.
Sitti Saleha mengaku, pihaknya terus mendorong para pengusaha untuk melakukan ekspor langsung dari Kendari melalui Pelabunan Kendari New Port guna meningkatkan volume dan nilai ekspor Sultra.
Ia menyampaikan bahwa selama ini banyak komoditas unggulan Sulawesi Tenggara yang diekspor ke luar negeri tetapi tidak tercatat sebagai ekspor Sultra, karena komoditas itu diekspor melalui pelabuhan luar daerah seperti Makassar, Surabaya dan Jakarta.
Menurutnya, hal itu terjadi karena komoditas asal Sultra tersebut dibeli oleh pengusaha dari luar daerah kemudian diantarpulaukan ke kota-kota besar kemudian diekspor ke luar negeri.
Sehingga jika di ekspor dari pelabuhan Makassar di Sulawesi Selatan, maka tercatat sebagai ekspor provinsi tersebut, begitu halnya komoditas Sultra yang diekspor dari Surabaya maka tercatat sebagai ekspor Jawa Timur.
Dengan berbagai kejadian itu, Pemerintah Sulawesi Tenggara akan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha yang melakukan ekspor langsung dari Kendari dengan cara memudahkan dalam pengurusan administrasi atau dokumen ekspor.