Jakarta (ANTARA) - Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah masih menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penggunaan vaksin Sinovac.
"Masih menunggu persetujuan EUA dari BPOM dan sertifikasi kehalalan dari MUI," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Seperti diketahui sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac asal China tiba di Tanah Air pada Ahad (6/12) yang diangkut menggunakan pesawat Garuda Indonesia.
Izin EUA dibutuhkan untuk mengetahui keamanan penggunaan serta kehalalan dari vaksin produksi China tersebut.
Ia menerangkan izin EUA dari BPOM sebenarnya bisa berjalan secara paralel dengan sertifikasi halal yang akan dikeluarkan oleh MUI.
"Jadi ini sedang dikerjakan oleh BPOM dan MUI," ujar Siti Nadia.
Apabila izin EUA dan sertifikasi halal dari BPOM dan MUI sudah keluar, maka vaksinasi pada masyarakat segera dilakukan. Untuk memperlancar proses vaksinasi, pemerintah telah menyiapkan sebanyak 29 ribu vaksinator (pemberi vaksinasi) yang tersebar di sejumlah layanan kesehatan.
Lebih rinci, vaksinator tersebut akan disebar di 10.400 puskesmas, 2000 rumah sakit dan 49 kantor kesehatan pelabuhan di berbagai wilayah Tanah Air.
Secara umum terdapat beberapa alasan pemilihan vaksin Sinovac yang akan disuntikkan pada masyarakat. Pertama, aman, bermutu dan memiliki efikasi tinggi.
Tidak hanya itu, sebelum memutuskan vaksin yang akan dipakai, pemerintah juga melakukan kajian dan masukan dari para ahli terutama penasehat imunisasi nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Ini yang kemudian mengkaji berdasarkan literatur dan informasi-informasi yang tentunya saintifik dan Sinovac masuk dalam kriteria tersebut," katanya.*