Budapest (ANTARA) - Lebih dari 20.000 perawat menandatangani petisi yang menentang undang-undang soal mutasi, yang memungkinkan petugas kesehatan dipindahkan ke rumah sakit lain hingga dua tahun.
UU tersebut disahkan oleh parlemen Hongaria awal Oktober.
Hongaria, seperti negara-negara Eropa timur lainnya, bergelut dengan krisis petugas medis selama pandemi COVID-19, tepat ketika kasus baru meningkat. Banyak perawat dan dokter meninggalkan Hongaria demi gaji yang lebih tinggi di luar negeri.
UU tersebut memaksa para profesional medis untuk memilih antara bekerja di sektor kesehatan pemerintah atau swasta.
Mereka yang tergabung dalam sistem publik kini dapat dipindahkan ke lembaga lain sampai dua tahun, dibandingkan aturan sebelumnya berupa masa maksimal 44 hari.
Kepala staf Perdana Menteri Viktor Orban, Gergely Gulyas, mengatakan UU tersebut diperlukan selama pandemi dan dalam kondisi darurat kesehatan, dan akan tidak akan dipergunakan secara rutin "pada masa damai".
Hukum tersebut menyertakan kenaikan gaji yang substansial bagi para dokter, namun tidak berlaku bagi perawat yang gajinya secara bertahap naik sejak 2019, berdasarkan dekret terdahulu.
Petisi dimulai sejak pekan lalu oleh Kamar Profesional Kesehatan Hongaria. Dalam survei daring anggotanya pada Oktober, lebih dari 31 persen responden mengatakan mereka mungkin tidak akan menandatangani kontrak baru berdasarkan UU tersebut.
"Lebih dari 95 persen perawat adalah kaum perempuan. Mereka memiliki keluarga dan mayoritas merupakan orang tua tunggal," kata pimpinan Zolt¡n Balog. "Perjalanan jauh akan mengganggu kehidupan keluarga mereka, sehingga banyak dari mereka yang mungkin akan meninggalkan tugasnya."
Dalam petisi itu, tercantum tuntutan kenaikan gaji bagi perawat yang sebanding dengan kenaikan gaji para dokter.
Hongaria mencatat rekor 3.000 lebih kasus COVID-19 pada Minggu. Hingga Senin (26/10), negara tersebut mengonfirmasi 61.563 kasus dan 1.472 kematian COVID-19.
Sumber: Reuters