Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan kunjungan kerja ke Kuala Lumpur, Malaysia, dalam rangka memperkuat kerja sama sektor kelautan dan perikanan antara kedua negara.
Menteri Susi dalam siaran pers KKP yang diterima di Jakarta, Jumat, menyatakan dalam kunjungan kerja yang diselenggarakan pada Rabu (10/7) itu, dirinya berkunjung ke Parlemen Malaysia dan melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia dan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia.
Beberapa isu terkait kelautan dan perikanan dibahas dalam kunjungan tersebut di antaranya kerja sama antara Aparat Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), yang merupakan kesatuan penjaga pantai Malaysia, dengan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115).
Selain itu, kerja sama lainnya adalah diskusi isu kapal ikan Malaysia yang ditangkap di perairan Indonesia, rencana penandatanganan Joint Communique, MoU tentang kerjasama di bidang kelautan dan perikanan, dan peninjauan kembali MoU tentang Pedoman Umum tentang Penanganan terhadap Nelayan oleh Lembaga Penegak Hukum di Laut Republik Indonesia dan Malaysia.
Dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia, Tan Sri Dato Muhyiddin Yassin, yang juga dihadiri oleh Ketua Pengarah APMM, Laksamana Maritim Dato Indera Zulkfli Bin Abu Bakar, pihak APMM menyatakan keinginannya mempelajari praktik-praktik sukses yang dijalankan oleh Satgas 115.
Oleh karena itu, Menteri Susi dan Menteri Dalam Negeri Malaysia menyepakati untuk melakukan Joint Sharing Session antara APMM dengan Satgas 115 dalam waktu dekat.
Sementara itu dalam pertemuan dengan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, Dato Salahuddin Ayub, Menteri Susi menyampaikan upaya Indonesia dalam memberantas IUU Fishing (penangkapan ikan ilegal) yang telah membuahkan hasil positif.
Hal itu dibuktikan dengan kenaikan stok ikan dari 7,3 juta ton di tahun 2013 ke 12,54 juta ton di tahun 2017, peningkatan konsumsi ikan per kapita dari 33,89 kg/kapita pada tahun 2012 menjadi 46,49 kg/kapita di tahun 2017, serta kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) yang selalu berada di atas PDB nasional sejak tahun 2014.
Dalam kesempatan yang sama, isu penangkapan kapal ikan Malaysia di perairan Indonesia turut menjadi pembahasan. Menurut pihak Malaysia, nelayan Malaysia banyak ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah laut yang belum disepakati oleh kedua negara (grey area).
Menanggapi hal itu, Menteri Susi menyampaikan bahwa penangkapan menurut proses hukum harus diuji keabsahan alat buktinya di pengadilan.
"Kalaupun diklaim bahwa penangkapan ikan dilakukan di wilayah Malaysia, hal tersebut harus diuji secara hukum di Pengadilan Indonesia. Pada praktiknya, sebagian besar kasus dan alat bukti yang diajukan baik oleh penyidik PSDKP KKP, penyidik TNI AL, dan Kejaksaan sebagai penuntut umum selalu diterima dan dijatuhkan hukuman oleh Pengadilan," ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI menambahkan bahwa umumnya kapal ikan Malaysia yang ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah Indonesia merupakan kapal yang lebih besar dari 10GT dan menggunakan alat tangkap trawl. "Petugas juga sering menemukan bahwa ABK kapal ikan tersebut bukan berasal dari Malaysia," ucap Menteri Susi.
Sebelumnya, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) mengapresiasi kesepakatan di dalam forum G20 terkait inisiatif dan kepemimpinan Indonesia dalam memberantas praktik IUU Fishing atau penangkapan ikan ilegal.
"Walaupun kesepakatan tersebut bersifat tidak mengikat, tapi akan menjadi concern negara-negara G20 dalam memberikan dukungan pada upaya pengurangan praktik IUU di seluruh dunia," kata Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan.
Atas keberhasilan tersebut, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia memberikan apresiasi kepada delegasi Indonesia pada pertemuan tingkat kepala negara tersebut. Dengan adanya kesepakatan tersebut, lanjutnya, maka isu IUU akan menjadi perhatian negara-negara G20 dalam kerangka kerja sama global.