Kurs rupiah Senin pagi bergerak melemah tipis satu poin menjadi Rp14.315 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.314 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin, mengatakan pelemahan rupiah dipicu keputusan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) yang mensinyalkan adanya stimulus baru dan pemangkasan pertumbuhan ekonomi untuk Uni Eropa, serta pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi China dari 6,5 persen menjadi 6 persen untuk tahun 2019.
"Kedua ekonomi ini dikhawatirkan membuat ekonomi global melambat. Ketidakpastian ini membuat permintaan dolar AS meningkat," ujar Lana.
Sebenarnya, dari domestik, kenaikan cadangan devisa pada Februari 2019 lalu seyogyanya dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Posisi cadangan devisa (cadev) per Februari 2019 tercatat sebesar 123,3 miliar dolar AS, naik dari 120,1 miliar dolar AS pada Januari 2019. Kenaikan diantaranya karena penerbitan obligasi sukuk global yang senilai dua miliar dolar AS pada 2 Februari 2019 lalu, ditambah penerimaan devisa migas. Posisi cadev tersebut mencapai 6,9 bulan impor dan 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Mestinya kenaikan posisi cadangan devisa ini bisa membantu menguatkan rupiah tetapi tampaknya isu eksternal pada hari Jumat kemarin lebih kuat," kata Lana.
Kendati demikian, ia menilai ada potensi penguatan rupiah secara teknikal menuju kisaran antara Rp14.250 hingga Rp14.300 per dolar AS.
Hingga pukul 9.39 WIB, nilai tukar rupiah masih melemah 5 poin menjadi Rp14.319 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.314 per dolar AS.
Baca juga: Bursa China dibuka bervariasi, Indek Komposit Shanghai turun 0,03 persen