Kendari (Antara News) - Tersangka Bupati Konawe Utara AS (61) kooperatif menjalani proses hukum sehingga menjadi alasan subyektif penyidik untuk tidak melakukan penahanan.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, Ramel SH MH di Kendari, Sabtu, mengatakan tindakan hukum menahan tersangka atau tidak sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik.
"Hukum acara mengatur dilakukan penahanan atau tidak terhadap tersangka korupsi dengan menjunjung tinggi alasan subyektif dan obyektif. Penyidik memiliki otonomi untuk memberikan penilaian," kata Ramel.
Berdasarkan laporan penyidik bahwa tersangka Bupati Konawe AS, telah mengembalikan uang kerugian negara Rp2,3 miliar saat memenuhi panggilan kedua.
Meskipun pengembalian tersebut atas inisiatif atau kesadaran yang bersangkutan namun dipastikan tidak akan menghapus perbuatan pidana sebagaimana yang disangkakan.
Bahkan, itikad baik tersebut menguntungkan penyidik karena dapat dirangkum dalam berita acara pemeriksaan sebagai bukti tambahan yang menguatkan tuduhan terjadinya pidana.
Secara terpisah Kajati Sultra Joko Susilo mengatakan pengembalian uang dari tersangka tidak akan menghentikan atau menghapus tindak pidana.
"Sama sekali tidak akan menghentikan proses hukum. Juga pengembalian uang tidak akan menghapus pelanggaran hukum," kata Kajati Joko Susilo.
Pengembalian uang dinilai sebagai sikap kooperatif yang menjadi pertimbangan meringankan bagi pemutus perkara.
Ia mengimbau publik dan pemerhati pemberantasan korupsi agar tidak henti-hentinya mengontrol pelayanan dan penegakan hukum secara profesional.
Bupati Konawe Utara AS menjadi tersangka korupsi pekerjaan pembangunan kantor bupati tahap III tahun anggaran 2010 dan 2011.
Tersangka diduga menggunakan kewenangannya untuk menunjuk secara langsung kontraktor pembangunan kantor bupati tahap III tahun anggaran 2010 dan 2011.
Tersangka AS terlibat karena pekerjaan miliaran rupiah yang seharusnya melalui mekanisme lelang justru Bupati melakukan penunjukan langsung.
Sementara, menurut Razak Naba SH, penasehat hukum tersangka AS bahwa uang tunai Rp2,3 miliar yang diserahkan ke penyidik berasal dari tersangka AM.
"Uang yang disetorkan di kejaksaan bukan dari tersangka AS tetapi klien AM. Harapan kami dapat menjadi pertimbangan yang meringankan di pengadilan," kata Razak.
Proyek pembangunan kantor Bupati Konawe Utara telah menyeret 10 orang tersangka, baik yang masih dalam proses penyidikan maupun sudah masuk persidangan di pengadilan.
Modus operandi yang menyeret tersangka ke proses hukum adalah penerimaan pembayaran pekerjaan hingga melebihi nilai kontrak proyek pembangunan tahap III Kantor Bupati Konawe Utara.