Beijing (Antara News) - "Indonesia adalah negara besar dan sangat strategis bagi Tiongkok. Tidak saja di Asia Tenggara, tetapi juga di Asia Pasifik," demikian Menteri Pertahanan Tiongkok Jenderal Chang Wanquan.
Indonesia, negara yang terdiri atas 17.508 pulau, bergaris pantai sejauh 54,716 kilometer atau terpanjang kedua di dunia, dan berada di antara dua benua Asia dan Australia serta dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, memang sangat strategis.
Tidak hanya secara geografis, dengan populasi terbesar keempat di dunia, yakni sekitar 245,6 juta jiwa, disertai kekuatan permintaan domestik, serta investasi yang menjadi andalan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dan terbesar di ASEAN, Indonesia diprediksi mampu menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia, pada masa datang.
Dengan jumlah populasi yang besar, Indonesia juga merupakan pangsa pasar yang potensial.
Dari 565 juta populasi ASEAN, Indonesia mencakup 40 persennya. Dari total PDB 1,3 triliun dolar AS, 50 persennya juga dikuasai Indonesia. Kini, Indonesia tengah berupaya menggenjot infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rata-rata 6--7 persen per tahun.
Secara politik, sebagai pendiri Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara, Indonesia sangat diperhitungkan dalam setiap penyelesaian persoalan di kawasan maupun persoalan Asia Tenggara dengan tetangganya.
Begitu strategisnya Indonesia, banyak negara sangat berkepentingan untuk menjadikan Indonesia mitra strategis, tidak hanya Amerika Serikat sebagai kekuatan global, tetapi juga Tiongkok sebagai pemain global.
Terlebih kini Amerika Serikat dan Tiongkok sama-sama menjadikan Asia Pasifik sebagai fokus dalam kebijakan luar negerinya. Kebijakan AS--yang dikenal sebagai "pivot" penyeimbangan--kembali meningkatkan kehadiran militernya di Asia Pasifik.
Amerika Serikat memiliki kepentingan besar di Asia Pasifik, terutama sebagai jalur energinya, begitu pun Tiongkok. Salah satu jalur utama perdagangan dan energi dunia, termasuk yang digunakan AS dan Tiongkok, juga melalui wilayah kedaulatan Indonesia, di antaranya ketiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan Selat Malaka.
Sang kekuatan global, AS, juga berkepentingan untuk menahan laju Tiongkok yang makin percaya diri menjadi kekuatan besar di Asia, tidak saja secara ekonomi dan politik luar negeri, tetapi juga militer.
Asia Pasifik, Indonesia berada di dalamnya, kini menjadi ajang perebutan pengaruh antara AS dan Tiongkok. Keduanya pun memandang strategis Indonesia. Mereka pun memberikan kepercayaan strategis kepada Indonesia untuk memainkan peran pentingnya dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara, khususnya, dan Asia Pasifik umumnya.
Lalu, bagaimana Indonesia memanfaatkan hubungan baik dan kepercayaan strategis keduanya?
Macan Asia
Tekad Indonesia untuk menjadi macan Asia setidaknya ditampilkan dalam peringatan hari jadi ke-69 TNI di Komando Armada Timur TNI Angkatan Laut, Selasa.
Dalam peringatan tersebut dipamerkan, antara lain 22 tank Leopard, 22 tank Mardr, 13 panser Tarantula, 13 tank Scorpio, enam meriam 155 milimeter Caesar, dan 43 pesawat dari Angkatan Darat.
Angkatan Laut mengerahkan 195 alutsista, di antaranya 35 KRI, 10 LVT-7, 6 BVP-2, 26 BMP 3 F1, dan 4 RM 70 Grad, sedangkan Angkatan Udara mengerahkan 139 alutsista, sepert, 12 Sukhoi Su27/30 Flanker, tiga F5 Tiger, 10 F-16 Fighting Falcon, 12 Hawk 109/209, E Emb 314 Super Tucano, satu tanker, dan tiga Boeing 737.
Selepas upacara, prajurit akan berdemonstrasi, seperti serangan udara langsung, bantuan tembakan kapal antikapal selam, manuver, dan menembak tank di laut, operasi lintas udara, terjun statik laut, pembebasan sandera, beladiri militer, defile pasukan dan alutsista, sailing pass dan fly pass, serta aerobatik udara oleh Tim Aerobatik Jupiter.
Tentara Nasional Indonesia yang besar, kuat, dan profesional disegani kawan dan lawan merupakan salah satu bentuk posisi tawar yang dapat dimainkan dalam derap diplomasi Indonesia.
Dukungan militer yang kuat sebagai bagian dari diplomasi juga dimainkan AS dan Tiongkok. AS masih menjadi negara nomor satu di dunia dalam alokasi anggaran pertahanan, yakni sebesar 526,8 milar dolar AS pada tahun 2014, disusul Tiongkok yang mencapai 131,57 miliar dolar AS pada tahun yang sama.
Indonesia memiliki peran sebagai penyeimbang dan jembatan di Asia Pasifik, demikian Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. "Kita memiliki hubungan baik dengan negara mana pun, termasuk AS dan Tiongkok, bahkan keduanya adalah mitra strategis bagi Indonesia," ujarnya.
Hubungan dan kerja sama yang dilandasi saling menghormati, menghargai, dan saling percaya. "Tanpa rasa percaya, mustahil kita menjalin kerja sama, yang saling menguntungkan," tuturnya.
Asia Pasifik, bukanlah kawasan tanpa persoalan dan konflik, mulai dari klaim tumpang-tindih wilayah perairan hingga batas udara. Kepercayaan strategis yang diperoleh Indonesia untuk memainkan perannya lebih aktif menjaga stabilitas kawasan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki hak penuh untuk menjalin kerja sama dalam membangun militernya, baik melalui pendidikan maupun modernisasi alat utama sistem senjata, kata Menhan Purnomo.
Hal senada diungkapkan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Panglima TNI mengatakan, "Kita memiliki hubungan baik dengan AS dan Tiongkok, dan kita bisa memanfaatkan kepercayaan strategis mereka kepada Indonesia untuk kepentingan nasional, semisal untuk memodernisasi TNI."
Indonesia, lanjut Panglima TNI, tidak boleh hanya sebagai mitra strategis bagi AS dan Tiongkok, yang jelas-jelas sangat berkepentingan dengan Indonesia, baik secara politik, keamanan, maupun ekonomi di Asia Pasifik.
"Kita juga harus berhitung, apa yang kita dapat dari kepentingan mereka di Asia Pasifik dan kepercayaan strategis mereka. Terlebih Indonesia adalah negara besar dan berpengaruh di Asia Tenggara, kita harus bisa memanfaatkan kepercayaan strategis itu, lebih besar lagi, termasuk untuk memodernisasi TNI," ujarnya.
Baik AS maupun Tiongkok sama-sama siap untuk mendukung modernisasi TNI. "Tiongkok sangat komitmen untuk mendukung modernisasi TNI, tanpa syarat apa pun. Dulu, kini, dan ke depan, kami akan tetap seperti itu," janji Jenderal Chang Wanquan.
Kini, tinggal Indonesia bagaimana memanfaatkan kepercayaan strategis dan komitmen yang diperoleh dari AS dan Tiongkok untuk memodernisasi TNI tanpa mengabaikan komitmen untuk membangun kemandirian industri pertahanan nasional.
Bagaimanapun membangun TNI tidak hanya ditujukan guna memperkuat sistem pertahanan negara semata, tetapi juga memperkuat posisi tawar dalam berdiplomasi. Hampir tidak ada satu negara pun dalam melakukan diplomasi dengan negara lain, menegasikan kekuatan militer.
Terlebih kini Asia Pasifik merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Namun, bukan berarti tanpa ancaman keamanan. Beragam potensi konflik, mulai dari klaim tumpang-tindih wilayah perairan hingga batas udara, mau tidak mau, diakui atau tidak, telah memicu negara di kawasan untuk membangun kekuatan militernya lebih besar lagi.
Menjadi macan Asia, tidak sekadar bicara alat utama sistem senjata yang modern dan canggih, tetapi lebih dari itu bagaimana kita bisa menjadikannya posisi tawar yang kuat untuk berdiplomasi dengan memanfaatkan kepercayaan strategis semaksimal mungkin guna kepentingan nasional yang lebih besar.
Semoga dengan patriotisme dan profesionalisme tinggi serta dukungan rakyat yang kuat, TNI tidak saja dapat menjadi garda depan menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga mampu mendukung derap langkah diplomasi Indonesia yang mumpuni untuk kepentingan nasional yang lebih luas.