Jakarta (Antara News) - Mantan wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan hasil perundingan antara Pemerintah Pusat dan Pemprov Aceh terkait Qanun Nomor 3 Tahun 2013, harus menciptakan kesepakatan timbal balik bagi kedua belah pihak.
"Dalam setiap perundingan perdamaian, semuanya harus ada 'take and give', toleransi dan selalu ada kompromi. Oleh karena itu diperlukan waktu lagi untuk mencari kompromi itu," kata Kalla di Jakarta, Selasa.
Jusuf Kalla merupakan tokoh inisiator perdamaian antara Pemerintah dan kelompok separatisme Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hingga tercetus perjanjian Helsinky pada Agustus 2005.
Dalam hal pencapaian kesepakatan melalui jalan damai itu, harus dilakukan pendekatan sungguh-sungguh dan menghindari tekanan-tekanan yang semakin menjauhkan keduanya dari kesepakatan.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan proses perundingan terkait revisi dan evaluasi Qanun (perda) Nomor 3 Tahun 2013 diperpanjang 90 hari terhitung sejak 17 April.
"Kami sepakat untuk diperpanjang 90 hari ke depan akan dibahas terus, sambil sama-sama menjaga ketenteraman dan ketertiban," kata Gamawan ketika ditemui di kantornya, Selasa.
Kedua belah pihak juga sepakat untuk saling menjaga dan menciptakan suasana kondusif di masyarakat, sementara Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan DPR Aceh melakukan sosialisasi hasil evaluasi Qanun itu kepada masyarakat setempat.
"Kita sama-sama menjaga, sementara belum ada revisi qanun yang baru. Proses selama 90 hari itu kalau semakin cepat semakin baik," lanjutnya.
Pertemuan terkait pembahasan Qanun terakhir dilakukan Kamis (23/5) di Bogor dan Jumat (24/5) di Batam.
Setelah itu, pertemuan selanjutnya akan dilakukan di Makassar dan terakhir di Aceh yang rencananya akan dihadiri oleh Mendagri dan Gubernur Aceh.
Polemik terkait Qanun Aceh itu muncul setelah perda disahkan pada 25 Maret, yang di antaranya mengatur mengenai penggunaan simbol dan lambang bendera daerah mirip bendera kelompok GAM.