Satu hari yang terlewat di Indonesia nyatanya harus dilalui dengan perasaan prihatin sebab di sana ada sekurang-kurangnya 2.000 anak perhari terpaksa berhenti dan meninggalkan bangku sekolah karena berbagai alasan.
Fakta yang dicatat oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) pada 2007 itu menjadi ironi tersendiri dan laksana menjadi potret buramnya dunia pendidikan di Tanah Air.
Sesungguhnya ironi yang menyedihkan tentang remaja yang terpaksa putus sekolah karena salah satunya terkendala jarak tempat tinggal mereka dengan lokasi sekolah yang sangat jauh, sudah saatnya diakhiri.
Kecanggihan teknologi sudah waktunya dioptimalkan untuk menjadi solusi bagi persoalan klise itu mengingat kegagahan teknologi yang mampu menembus ruang dan batas waktu.
Saat ini, telah banyak institusi menerapkan pendidikan berbasis teknologi dengan beragam metode pengajaran yang memungkinkan siswanya untuk tetap duduk di bangku sekolah meskipun tidak harus hadir di kelas.
Salah satu yang kini banyak dikembangkan adalah metode belajar jarak jauh berbasis internet atau yang lebih dikenal dengan e-learning atau online learning.
Melalui metode belajar itu maka terbuka perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga yang tinggal di pelosok dan daerah terpencil Indonesia.
Peneliti UGM Yogyakarta, Asep Herman Suyanto, dalam sebuah kajiannya tentang e-learning berpendapat, e-learning memungkinkan untuk menjangkau lebih banyak peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).
"Melalui fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar," kata Asep Herman.
Apalagi persoalan putus sekolah akibat akses transportasi yang sulit masih menjadi penyumbang angka putus sekolah tertinggi di Tanah Air. Data resmi dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi pada 2007, bahkan mencatat, jumlah anak putus sekolah mencapai 11,7 juta jiwa.
Fakta itu menjadi ironi tersendiri di era kecanggihan teknologi seperti saat ini, mengingat melalui teknologi pada dasarnya solusi bagi masalah itu ada di depan mata. Seharusnya tidak ada lagi cerita tentang remaja putus sekolah di wilayah terpencil ataupun di wilayah tapal batas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Solusi Cerdas
Pada dasarnya, metode belajar e-learning bukan hal baru lagi bagi dunia pendidikan. Konsep tersebut telah lama dikembangkan namun sayangnya belum terlampau diterapkan secara optimal di Tanah Air.
Padahal banyak institusi bahkan banyak negara yang telah membuktikan manfaat e-learning sebagai solusi cerdas bagi persoalan di dunia pendidikan.
E-learning di samping membuka kesempatan belajar bagi siapa saja yang membutuhkan juga memungkinkan penghematan biaya pendidikan yang signifikan tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi nonfinansial.
Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), hingga penghematan dari sisi penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP).
Penghematan biaya tersebut telah dibuktikan oleh sejumlah perusahaan besar yang menerapkan e-learning bagi para pekerjanya. William Horton penulis buku Designing Web-Based Training, telah mendata sejumlah perusahaan yang sudah menikmati manfaat pengurangan biaya setelah menerapkan e-learning.
Sejumlah perusahaan itu antara lain Buckman Laboratories berhasil mengurangi biaya pelatihan karyawan dari 2,4 juta dolar menjadi 400.000 dolar AS ; Aetna berhasil menghemat tiga juta dolar untuk melatih 3000 karyawan; Hewlett-Packard bisa memotong biaya pelatihan bagi 700 insinyur mereka untuk produk-produk chip yang selalu diperbaharui, dari tujuh juta dolar menjadi 1,5 juta juta dolar ; serta Cisco mengurangi biaya pelatihan per karyawan dari 1200 - 1800 dolar menjadi hanya 120 dolar per orang.
Biaya nonfinansial yang bisa dihemat juga banyak, antara lain produktivitas bisa dipertahankan bahkan diperbaiki karena pembelajar tidak harus meninggalkan pekerjaan yang sedang pada posisi sibuk untuk mengikuti pendidikan (bahkan jadwal pendidikan/pelatihan bisa diatur dan disebar dalam satu minggu ataupun satu bulan), daya saing juga bisa ditingkatkan karena pembelajar bisa senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dengan bisa tetap melakukan aktivitas rutinnya.
E-learning di satu sisi juga dinilai mampu meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur. Bahkan apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar.
Sistem belajar e-learning juga memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja. Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan.
Tidak terikat
Peserta didik juga tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional.
Salah satu negara yang telah juga berhasil menerapkan metode e-learning adalah Filipina. Perguruan tinggi terbesar di negara itu yakni Ateneo de Manila University bahkan sejak 2003 telah mengembangkan metode e-learning dan sudah menawarkan beasiswa kepada ratusan wartawan di kawasan Asia melalui metode online distance learning.
Director of Asian Center for Journalism at the Ateneo de Manila University Filipina, Violet Valdez, mengatakan, mata kuliah-mata kuliah yang diajarkan melalui metode e-learning berbasis internet merupakan metode pendidikan yang paling sesuai untuk jurnalis aktif.
"Melalui kelas online mereka dapat melakukan studi kapan pun dan dimana pun tanpa harus menghentikan karier dan aktivitas keseharian mereka," katanya.
Ia menambahkan sampai saat ini ratusan jurnalis, editor, dan manager newsroom yang bekerja di perusahaan penerbitan baik cetak, broadcast, maupun online di berbagai negara di Asia telah turut serta dalam program e-learning universitas tersebut.
Salah satu lulusan Master of Art on Journalism 2009 Ateneo de Manila University, Syed Nazakat, mengaku, mendapatkan manfaat besar dari program unik melalui online distance learning yang memadukan teori dan praktik sehingga membantu kariernya sebagai jurnalis.
"Online learning memungkinkan kita untuk saling bertukar pengalaman budaya dan mengembangkan koneksi profesional serta jejaring komunitas antar-negara," kata pria yang juga menjabat sebagai Senior Correspondent The Week India itu.
Program e-learning di sana telah terbukti memungkinkan institusi itu memiliki jejaring alumni yang luas meliputi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia salah satunya.
Internet Pedesaan
Konsep e-learning pada dasarnya ideal diterapkan dan sesuai untuk kondisi geografis di Indonesia, salah satunya lantaran ada program dukungan berupa masuknya jaringan internet hingga tingkat pedesaan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebelumnya telah menargetkan untuk menghubungkan wilayah nusantara lewat jaringan internet di pedesaan yang diharapkan bisa segera rampung tahun ini.
Kemenkominfo sendiri memiliki Program Pusat Layanan Informasi Internet Kecamatan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
"Jadi, kita coba selesaikan tahapan pembangunan, sehingga koneksi pedesan bisa selesai tahun ini," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring.
Ia menjelaskan, untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sendiri lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta. Pemerintah, hanya akan membangun di tempat-tempat yang tidak terjangkau.
Terkait dengan Program Pusat Layanan Informasi Internet Kecamatan, pemerintah menyiapkan dana sampai Rp1,5 triliun untuk menghubungkan desa-desa terpencil di 5,748 kecamatan melalui internet.
Terhubungnya wilayah-wilayah RI memungkinkan metode e-learning berjalan dengan baik di Tanah Air.
Namun kenyataannya, internet atau infrastruktur bukan semata faktor utama penentu keberhasilan e-learning. Konsultan e-learning, Romi Satria Wahono, mengatakan, kegagalan pelaksanaan e-learning sebagian besar bukan karena masalah tools, software, atau infrastruktur tetapi mayoritas karena faktor manusia, karena beratnya perubahan kultur kerja, dan karena tidak adanya kemauan untuk knowledge sharing.
"Oleh karena itu, idealnya e-learning harus didesain untuk dapat memberikan nilai tambah secara formal dan nonformal seperti ilmu, skill teknis, dan lain-lain untuk pengguna dari mulai pembelajar, instruktur, hingga admin," katanya.
Selain itu, pada masa sosialisasi, kata Romi, sebaiknya diterapkan metode e-learning campuran untuk melatih dan membiasakan perilaku pengguna dalam e-life style atau dengan kata lain tidak langsung full e-learning.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri menyatakan pembelajaran e-learning mampu meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi dan sesuai untuk kondisi geografis Indonesia.
Itu seperti target Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), M. Nuh, yang menyatakan sampai 2014 APK harus mencapai 35 persen. Sementara sekarang ini secara nasional APK hanya 18 persen.
Pembelajaran e-learning juga diperlukan karena adanya permintaan masyarakat di pelosok-pelosok Indonesia yang ingin kuliah. Sementara kondisi di daerah-daerah sejauh ini masih sedikit institusi pendidikan yang memadai.
E-learning kemudian diharapkan mampu menghapus buramnya potret pendidikan di Tanah Air sebab membuka peluang kesempatan belajar hingga ke pelosok dan wilayah tapal batas NKRI.
*Penulis adalah Wartawan LKBN ANTARA