Jayapura, (ANTARA News) - Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Papua menyimpulkan, minuman keras (miras) yang berlebihan merupakan salah satu pemicu utama munculnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Papua.
"Di Papua, kekerasan dalam rumah tangga akibat minuman keras dan pelecehan seksual masih cukup tinggi. Dan sebagian besar kasus KDRT yang terjadi disebabkan suami dalam pengaruh miras kemudian menyakiti pasangannya," kata Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Papua, Rika Monim, di Jayapura, Jumat.
Rika menambahkan, melihat dari tingkat pengonsumsian miras di Papua khususnya di Kota Jayapura yang semakin tinggi, dikhawatirkan angka KDRT akan terus meningkat.
"Kami selalu meminta kepada pemerintah daerah untuk membatasi peredaran miras, karena punya dampak yang besar bagi orang yang mengonsumsi maupun lingkungan sekitarnya," ujarnya.
Faktor pemicu KDRT lainnya yakni ekonomi keluarga yang kurang sejahtera. Apabila tidak ada saling pengertian antara pasangan, maka berpeluang menimbulkan emosi yang berujung pada KDRT. "Apalagi ditambah dengan rendahnya tingkat pendidikan dari pasangan itu sendiri," terang Rika.
Sebenarnya pemerintah sendiri sudah mengeluarkan aturan hukum yang bisa menjerat pelaku KDRT, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Namun, kendala yang terbesar dalam menuntaskan suatu masalah KDRT melalui jalur hukum, masyarakat pada umumnya belum mengetahui atau mengerti betul tentang Undang-undang perlindungan perempuan dan anak dalam rumah tangga.
Selain itu, faktor adat juga sangat mempengaruhi penanganan masalah KDRT di Papua, sehingga setiap kali terjadi kekerasan dalam rumah tangga dianggap biasa.
Namun, lanjutnya, untuk penanganan masalah KDRT di Papua, Badan Pemberdayaan Perempuan telah membentuk forum koordinasi perlindungan perempuan dan anak pada tingkat Kota dan Kabupaten.
"kami telah memiliki forum koordinasi perlindungan perempuan dan anak. Forum ini yang akan menangani apabila ada pengaduan dari masyarakat, seperti penanganan fisik untuk dibawa ke rumah sakit dan psikiater bagi yang mengalami gangguan jiwa," jelasnya.
Rika berharap dengan adanya forum ini, tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat mengalami penurunan.
Meskipun banyak laporan tetapi diharapkap tingkat kekerasan dapat mengalami penurunan, karena dari badan pemberdayaan perempuan telah melakukan penyuluhan dan sosialisasi di masyarakat tentang undang-undang KDRT dan perlindungan anak.
"Kami terus melakukan penyuluhan mengenai UU KDRT dan anak sampai tingkat kabupaten dan Kota, dengan harapan tingkat kekerasan dapat menurun," katanya. (Ant)