Kendari (ANTARA) - Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW) bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) memperkuat upaya pelestarian kawasan konservasi seluas 1,32 juta hektare melalui kolaborasi erat dengan masyarakat adat.
Langkah ini diwujudkan melalui implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Perlindungan dan Pengamanan Bersama Masyarakat yang mengedepankan kearifan lokal.
Kepala BTNW La Ode Ahyar T. Mufti, Selasa, menegaskan bahwa pendekatan kolaboratif sangat krusial mengingat 84 persen wilayah laut Wakatobi dimanfaatkan masyarakat.
“Kami percaya pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat, terutama mereka yang memahami ruang laut dan adatnya, menjadi kunci keberhasilan menjaga Wakatobi,” kata Ahyar.
Dia menyebutkan bahwa Wakatobi menghadapi tantangan utama seperti penangkapan ikan menggunakan bom dan racun, serta pelanggaran zonasi. SOP yang disahkan pada Agustus 2024 ini menjadi payung hukum bagi kegiatan pengamanan yang bersifat partisipatif.
Dalam SOP tersebut, setiap tim patroli pengamanan kawasan dilakukan secara partisipatif dan rutin minimal satu kali setiap bulan. Tim patroli selalu melibatkan berbagai unsur, termasuk Petugas Polisi Kehutanan (Polhut) dari BTNW, kepolisian lokal, perwakilan Sara Adat (pemangku adat), dan anggota kelompok masyarakat mitra konservasi.
Tim patroli menggunakan teknologi, termasuk aplikasi Avenza Maps, untuk memastikan kegiatan masyarakat sesuai dengan zonasi kawasan.
Sesuai SOP, temuan pelanggaran ditangani secara berjenjang dan terkoordinasi melalui call center BTNW. Dalam kasus pelanggaran yang melibatkan warga lokal, penyelesaian dapat dilakukan melalui mekanisme Sara Adat dengan pendekatan pembinaan dan penyuluhan sebelum langkah hukum diambil.
“Penegakan aturan dilakukan dengan prinsip pembinaan dan kemanusiaan. Kami ingin masyarakat menjadi bagian dari solusi, bukan objek penindakan. Karena itu, penyuluhan dan komunikasi menjadi bagian penting dalam setiap patroli,” lanjut La Ode Ahyar.
Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN Yusuf Fajariyanto menjelaskan bahwa kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga konservasi menjadi model penting.
“Kolaborasi ini tidak hanya menjaga ekosistem laut, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat pesisir. Dengan melibatkan masyarakat sebagai mitra utama, pengelolaan kawasan konservasi dapat berlangsung lebih efektif dan berkelanjutan,” sebut Yusuf.
Salah satu nelayan dari Kelurahan Onemay Pulau Tomia, Supriadi, mengakui keterlibatan langsung dalam pengamanan kawasan membawa manfaat.
“Dulu kami tidak tahu pasti mana wilayah yang boleh ditangkap. Sekarang kami ikut patroli bersama petugas, jadi tahu batas kawasan dan bisa ikut menjaga laut agar tetap produktif,” ucapnya.
YKAN bersama Balai TN Wakatobi juga memfasilitasi pelatihan, penguatan kelembagaan adat, serta edukasi masyarakat tentang praktik perikanan ramah lingkungan. Kolaborasi ini diharapkan menjadi contoh praktik baik bagi pengelolaan taman nasional di Indonesia yang mengintegrasikan kearifan lokal, sains, dan partisipasi masyarakat.

