Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mewakili Indonesia bertemu Sekretaris Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, dan Air Australia David Fredericks untuk membahas penguatan kerja sama transisi energi dan ekonomi hijau.
"Australia merupakan salah satu mitra penting bagi Indonesia. Pada l 2023, Investasi Asing Langsung Australia di Indonesia tumbuh sebesar 4,0 persen atau 545,2 juta dolar AS. Kami melihat potensi besar dalam mengembangkan proyek percontohan untuk kerja sama transisi energi, khususnya pada daerah terpencil di bawah Program KINETIK Framework,” kata Susiwijono dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian kunjungan Sekretaris Fredericks ke Indonesia untuk memperdalam pemahaman mengenai kerja sama yang dapat dilakukan antara Australia dan Indonesia dalam bidang transisi energi.
Selain itu, pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan pandangan dari pemangku kepentingan di Indonesia termasuk Kemenko Perekonomian terkait kerja sama yang lebih erat dalam sektor industri dan energi ramah lingkungan serta prioritas investasi antar kedua negara.
“Indonesia dan Australia dapat berkolaborasi lebih erat untuk memenuhi kebutuhan negara ketiga di kawasan melalui pengembangan sektor industri energi ramah lingkungan dan prioritas investasi,” kata Fredericks.
Lebih lanjut, Fredericks juga menyampaikan potensi kolaborasi yang dapat dilakukan di masa depan oleh Pemerintah Australia untuk mendukung Pemerintah Indonesia di bawah kerangka Kemitraan untuk Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur (KINETIK) Framework dalam upaya menuju energi bersih.
Adapun, Program KINETIK Framework merupakan tindak lanjut dari komitmen Presiden RI dan PM Australia pada Annual Leaders’ Meeting (ALM) Indonesia-Australia 2023.
Diharapkan KINETIK dapat mewujudkan proyek konkrit sektor energi ramah lingkungan dengan didukung oleh berbagai program kerja sama Australia lainnya seperti Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (PROSPERA), serta meningkatkan keterlibatan pelaku usaha dari kedua negara.
Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk mengidentifikasi peluang baru dalam investasi, perdagangan pada sektor energi terbarukan khususnya pada teknologi tenaga surya, teknologi hidrogen, dan Carbon Capture and Storage (CCS) yang dapat mempercepat kedua negara dalam mencapai emisi nol karbon (net zero emission/NZE).
Fredericks juga memperkenalkan Clean Energy Finance Corporation (CEFC) Australia yang dapat memfasilitasi Pemerintah Indonesia dengan skema yang memungkinkan pengiriman tim ahli Indonesia ke Australia, untuk memperdalam kolaborasi dalam transisi energi berkelanjutan.
Pada kesempatan yang sama, Susiwijono juga menyoroti hubungan perdagangan Indonesia-Australia yang semakin meningkat sejak implementasi Indonesia-Australia Comprehensive Agreement (IA-CEPA) dan diharapkan pemanfaatan kerja sama perdagangan yang ada akan membawa lebih banyak investasi ke Indonesia.
”Kami mengundang pelaku usaha Australia untuk berinvestasi dengan memanfaatkan berbagai insentif dan fasilitas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Saat ini, dari 21 KEK yang ada, terdapat 10 KEK dengan fokus khusus pada sektor energi,” kata Susiwijono.
Fredericks sepakat bahwa sektor swasta memainkan peran penting dalam kolaborasi transisi energi dan ekonomi hijau. Selain itu, kedua negara perlu meningkatkan interaksi masyarakat kedua negara.
Pemerintah menekankan bahwa pemerintahan baru Indonesia akan melanjutkan berbagai program prioritas pemerintah saat ini, khususnya terkait upaya aksesi Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan transisi energi Indonesia menuju NZE.
Australia menanggapi hal tersebut dengan positif dan berkomitmen untuk berkolaborasi lebih erat, memanfaatkan keunggulan kedua negara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: RI-Australia perkuat kerja sama transisi energi dan ekonomi hijau