Kendari (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara (Sultra) memberikan edukasi kepada masyarakat di Desa Puuhopa, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Sultra, terkait dengan investasi bodong, pinjaman online (pinjol) ilegal dan social engineering (soceng).
Tim Edukasi Perlindungan Konsumen OJK Renny Putri di Kendari, Jumat, mengatakan edukasi yang mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran investasi itu diselenggarakan pada Kamis (16/2).
Dia menjelaskan saat ini marak beredar penawaran investasi bodong dan pinjol ilegal yang tidak berizin dari OJK dan selalu merugikan pihak investor dengan dana yang tidak jelas arahnya.
"Jadi, masyarakat mesti waspada terhadap tawaran investasi dan pinjaman online yang ilegal, karena di seluruh Indonesia sudah banyak contoh yang menjadi korban. Maka dari itu kami gencar melakukan edukasi pencegahan awal dan memberikan pemahaman kepada masyarakat luas," katanya.
Ia menyampaikan masyarakat harus mengenali ciri-ciri investasi ilegal, yaitu memberikan keuntungan tidak wajar, member get member, menggunakan public figure, legalitas tidak jelas,dan klaim tanpa risiko.
"Jadi, di era digital ini, beberapa pihak mulai mengajak dan mempromosikan paket investasi yang membawa keuntungan melalui beberapa media sosial seperti Facebook dan Telegram dan sosial media lainnya, maka dari itu masyarakat mesti ingat 2L, yakni legal dan logis," lanjutnya.
Baca juga: OJK Sultra: Pemberian keringanan kredit akibat pandemi Rp4,52 triliun
Anggota tim edukasi lainnya Mutsafar Jais menuturkan bahwa soceng mesti dipahami oleh masyarakat karena merupakan cara untuk mendapatkan informasi data pribadi atau akses yang diinginkan.
"Jadi soceng ini menggunakan manipulasi psikologis dengan mempengaruhi korban melalui berbagai cara dan media, dengan cara membuat korban senang atau panik sehingga korban tanpa sadar akan mengikuti instruksi pelaku," ujar Mutsafar.
Ia menjelaskan, soceng sangat berbahaya, pelaku soceng akan mengambil data dan informasi pribadi, mengambil alih akun, atau menyalahgunakan data pribadi untuk kejahatan.
Selain itu, masyarakat mesti mengetahui apa saja yang dicuri dari pelaku soceng tersebut, di antaranya, pelaku akan meminta username aplikasi, password ,PIN, MPIN, kode OTP, nomor kartu ATM/debit/kredit, nomor CVV/ CVC kartu kredit/ debit , nama ibu kandung dan informasi lainnya.
"Modus soceng yang bisa dilakukan seperti info perubahan tarif transfer bank, penawaran menjadi nasabah prioritas, akun layanan konsumen palsu dan tawaran menjadi agen laku pandai," bebernya.
Sementara itu, Kepala Desa Puuhopa Irmanto Laigi memberikan apresiasi kepada OJK Sultra dan BPR Bahteramas Konawe atas pemberian edukasi tersebut, karena dengan edukasi seperti ini akan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait OJK dan industri keuangan serta pentingnya melindungi data diri pribadi agar terhindar dari penipuan berkedok investasi ataupun pinjaman online yang tidak terdaftar atau ilegal.
Baca juga: OJK-BPR Bahteramas perkuat literasi keuangan digital pelajar di Konawe
Korban Penipuan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan sebanyak 121 Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) korban penipuan berkedok kerja sama penjualan online telah berhasil mendapat keringanan atau restrukturisasi pinjaman dari empat platform penyedia pinjaman dana yang digunakan saat kejadian.
"Total pinjaman sebanyak 197 pinjaman senilai Rp650,19 juta, dengan tagihan tertinggi Rp16,09 juta. Angka ini dihimpun Posko Pengaduan Satgas Waspada Investasi (SWI) di IPB sampai 23 November 2022," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin.
Ia memerinci, empat platform tersebut yakni Akulaku kepada sebanyak 31 mahasiswa dengan outstanding Rp66,17 juta, Kredivo sebanyak 74 mahasiswa dengan outstanding Rp240,55 juta, Spaylater sebanyak 51 mahasiswa dengan outstanding Rp201,65 juta, dan Spinjam sebanyak 41 mahasiswa dengan outstanding Rp141,81 juta.
Dari data ini, OJK memfasilitasi komunikasi mahasiswa dengan tiga perusahaan pembiayaan dan satu platform penyedia pinjaman itu untuk dipertimbangkan mendapatkan penyelesaian terbaik.
Selanjutnya, empat perusahaan dimaksud telah menyetujui memberikan relaksasi melalui restrukturisasi penghapusan pokok, bunga, dan denda sesuai kebijaksanaan dari masing-masing perusahaan atau platform.
Ogi menambahkan, pihaknya juga sudah melakukan pendalaman terhadap empat perusahaan tersebut dan tidak menemukan indikasi pelanggaran perlindungan konsumen dari pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) kepada konsumen atau korban.
"Kasus ini merupakan penipuan berkedok investasi dengan mengarahkan para mahasiswa untuk melakukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer lending legal yang kemudian uangnya digunakan untuk transaksi di toko online yang diindikasikan terafiliasi dengan pelaku penipuan," tuturnya.
Meski demikian, kata dia, OJK sudah melakukan pembinaan dan meminta kepada empat perusahaan tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko melalui penguatan analisis data calon peminjam serta meningkatkan sistem early warning fraud detection.
Baca juga: OJK luncurkan tiga inovasi tingkatkan kepercayaan pada keuangan digital