Kendari (ANTARA) - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam waktu dekat akan melakukan asesmen psikologis para kepala sekolah tingkat SMA-SMK sederajat di Bumi Anoa Sultra.
"Asesmen psikologi bagi seluruh kepala sekolah SMA-SMK sederajat itu sekaligus menjawab adanya isu LGBT hingga kekerasan terhadap anak, makanya peran guru sebagai penentu masa depan bangsa dalam membentuk generasi pelanjut yang siap menjawab setiap tantangan di zamannya harus dilakukan," kata Kadis Dikbud Sultra Yusmin di Kendari, Senin.
Mantan Kabiro Kesra Setda Provinsi Sultra itu mengungkapkan, mendapat amanat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra tentu tidak mudah, apalagi menggantikan gurunya sendiri yang memiliki kemampuan, pengalaman, bahkan pendidikan lebih kompeten hingga S3 di luar negeri, maka sangat penting bagi dirinya untuk bekerja didukung oleh semua elemen yang ada di satuan Dikbud Sultra, utamanya para kepala sekolah karena bersentuhan langsung dengan para tenaga pendidik dan peserta didik.
"Selain memberikan pelayanan di bidang pendidikan, tantangan terbesar saya lainnya yakni bagaimana membantu generasi muda kita yang ada di setiap satuan pendidikan tingkat SMA, SMK, hingga SLB yang tersebar di seluruh wilayah Sultra, baik di daratan hingga pulau-pulau terpencil, untuk bisa menyiapkan diri mereka menghadapi masa depan. Jadi kita membutuhkan para tenaga pendidik yang tidak mudah menyerah dalam membimbing anak-anak kita, memiliki kemampuan dan kapasitas serta selalu berinovasi dalam melaksanakan tugas ke pendidikannya," tutur mantan Kadispora Sultra ini.
Berkaitan tugas tersebut, lanjut dia, maka dibutuhkan kepala sekolah yang memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik, seperti tidak memiliki masalah psikologis.
Mantan Kabag Kesra ini pun menegaskan, adanya asesmen psikologis yang akan digelar tersebut, agar para kepala sekolah serta seluruh jajarannya untuk tetap fokus bekerja dan berkinerja secara baik di sekolah, tanpa harus merasa was-was terganti karena jika lolos asesmen maka tetap melanjutkan tugas.
"Jadi bukan orang lain yang menentukan kepala sekolah tersebut bertahan atau tidak, tetapi yang bisa menolong adalah dirinya sendiri melalui hasil asesmen psikologis apakah layak atau tidak mendapatkan tugas untuk memimpin sebuah sekolah," tutur Yusmin.
Yusmin kembali berpesan agar para kepala sekolah tetap bekerja yang baik dan tidak perlu ragu mau diganti, karena yang dilakukan hanyalah asesmen ulang, khususnya berkaitan dengan psikologisnya karena masa depan anak-anak didik berada di tangan para pendidik apalagi di tengah gencarnya isu LGBT hingga kekerasan terhadap anak.