Warga keturunan Tionghoa merayakan Peh Cun di Pantai Kuta Bali
Badung (ANTARA) - Warga keturunan Tionghoa merayakan Peh Cun di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, dengan upacara persembahyangan Bakcang sebagai penghormatan kepada Perdana Menteri Khut Gwan (Qu Yuan) pada setiap hari kelima bulan lima pasca-perayaan Imlek.
Ketua Pengurus Wihara Dharmayana/Leng Gwan Byo Kuta, Adi Dharmaja, menjelaskan Tradisi Hari Bakcang dalam Perayaan Peh Cun merupakan persembahyangan yang sudah diwarisi secara turun-temurun.
"Intinya adalah mengenang seorang perdana menteri sekitar 2500 tahun lalu pada zaman Kerajaan Chiu, yakni Perdana Menteri Qu Yuan yang merupakan seorang penyair dan pejabat pemerintahan dari Negara Chu pada Periode Negara Perang," katanya.
Qu Yuan memiliki karier politik yang bagus sampai seluruh menteri Kaisar Huai menuduhnya, membuatnya dikucilkan dari arena politik Negara Chu. Akhirnya, negara Chu dikalahkan Negara Qin.
Mendengar kabar kekalahannya, Qu Yuan merasa sangat sedih karena negaranya hancur dan rakyatnya banyak menjadi korban. Dia bunuh diri melompat ke Sungai Miluo di Provinsi Hunan.
"Tradisi Hari Bakcang ini bermula dari rakyat yang bersimpati atas kematian Qu Yuan. Mereka melempar nasi ke dalam sungai untuk mencegah makhluk di dalam air memakan jenazah Qu Yuan," katanya.
Ia menambahkan tradisi ini akhirnya terus menerus dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa sampai sekarang. "Kami sangat bersyukur bisa menjaga tradisi budaya ini, meski dalam era globalisasi, namun masih bisa dijalankan ritual ini," katanya.
Untuk di Bali, ada perpaduan budaya dengan budaya Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. Yang mana pada prosesi persembahyangan Bakcang ini, juga menggunakan sarana canang.
"Makna dari canang ini sama seperti di kita, diajarkan, bila melakukan persembahyangan, minimal ada persembahan kembang. Untuk di Bali, persembahan dengan menggunakan canang sudah menjadi tradisi. Apalagi warga Tionghoa disini sebagian besar merupakan orang Bali," katanya.
Ketua Pengurus Wihara Dharmayana/Leng Gwan Byo Kuta, Adi Dharmaja, menjelaskan Tradisi Hari Bakcang dalam Perayaan Peh Cun merupakan persembahyangan yang sudah diwarisi secara turun-temurun.
"Intinya adalah mengenang seorang perdana menteri sekitar 2500 tahun lalu pada zaman Kerajaan Chiu, yakni Perdana Menteri Qu Yuan yang merupakan seorang penyair dan pejabat pemerintahan dari Negara Chu pada Periode Negara Perang," katanya.
Qu Yuan memiliki karier politik yang bagus sampai seluruh menteri Kaisar Huai menuduhnya, membuatnya dikucilkan dari arena politik Negara Chu. Akhirnya, negara Chu dikalahkan Negara Qin.
Mendengar kabar kekalahannya, Qu Yuan merasa sangat sedih karena negaranya hancur dan rakyatnya banyak menjadi korban. Dia bunuh diri melompat ke Sungai Miluo di Provinsi Hunan.
"Tradisi Hari Bakcang ini bermula dari rakyat yang bersimpati atas kematian Qu Yuan. Mereka melempar nasi ke dalam sungai untuk mencegah makhluk di dalam air memakan jenazah Qu Yuan," katanya.
Ia menambahkan tradisi ini akhirnya terus menerus dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa sampai sekarang. "Kami sangat bersyukur bisa menjaga tradisi budaya ini, meski dalam era globalisasi, namun masih bisa dijalankan ritual ini," katanya.
Untuk di Bali, ada perpaduan budaya dengan budaya Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. Yang mana pada prosesi persembahyangan Bakcang ini, juga menggunakan sarana canang.
"Makna dari canang ini sama seperti di kita, diajarkan, bila melakukan persembahyangan, minimal ada persembahan kembang. Untuk di Bali, persembahan dengan menggunakan canang sudah menjadi tradisi. Apalagi warga Tionghoa disini sebagian besar merupakan orang Bali," katanya.