Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan terburu-buru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
"Ini kan orang Solo, orang Jawa. Jadi tidak tergesa-gesa dalam mengambil satu keputusan kan? Jadi kasih ruang, waktu, tidak akan ada masalah. Insya Allah," ujar Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang komunikasi Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin di Jakarta, Jumat.
Presiden Jokowi, kata Ali, memandang demonstrasi besar-besaran itu terjadi karena adanya keinginan menghukum pejabat yang mengkapitalisasi pangkat dan jabatannya untuk memperkaya diri dan memperkaya orang lain dengan cara merampok dan mencuri harta negara.
Karena itu, sejak awal Presiden memberikan penegasan kalau momentum revisi UU Nomor 30 tahun 2002 itu adalah momentum memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Pintu gerbang dari sebuah pemberontakan besar itu adalah korupsi. Oleh karena itu, Presiden meminta agar lembaga KPK itu harus memiliki asas kepastian hukum, asas manfaat, dan asas keadilan," ujar Ali.
Ia memberikan contoh pada kasus mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan mantan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjriyah yang tidak mendapat kepastian hukum atas kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
"Bahkan sampai meninggal dunia, (tidak mendapat kepastian hukum). Mereka terus dibuat menjadi tersangka bertahun-tahun, itu sama saja dengan membuat orang hidup segan mati tak mau. Masuk lorong keluar lorong, masuk mal keluar mal dengan satu hukuman yang luar biasa," ujar Ali.
Mengenai adanya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa terkait rancangan undang-undang yang mau disahkan DPR, Ali mengatakan, Presiden bukan mau mengulur-ngulur waktu agar RUU tersebut bisa segera disahkan.
Ia menambahkan, Presiden tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Karena dia akan terus mendengar dan membicarakannya dengan dialog.
"Mulai hari ini dan hari yang akan datang, dialog itu menjadi satu pembelajaran penting yang sedang dilakukan Presiden," ujar Ali.
Ali mengatakan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan pembelajaran pendidikan berdemokrasi serta pencerahan kepada rakyat Indonesia, khususnya kepada mahasiswa.
"Presiden selalu membuka ruang Istana untuk siapa saja yang mau datang. Bahkan kalau perlu hingga antre sekalipun. Paling tidak dalam pertemuan itu Presiden akan bisa memberikan pencerahan," ujar Ali.