Kendari (Antara News) - DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Senin, menggelar rapat dengar pendapat dengan pihak terkait tentang peredaran pakaian bekas menyikapi aspirasi para pedagang setempat.
Pihak terkait itu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Syahbandar, Pelindo, Perpajakan, Bea Cukai, Kepolisian dan utusan Asosiasi Pedagang Pakaian Bekas.
"Rapat dengar pendapat hari ini berkaitan dengan penyampaian aspirasi kalangan pedagang pakaian bekas yang menolak larangan penjualan pakaian impor tersebut," kata Suwandi Adi.
Ia mengharapkan rapat dengar pendapat antara perwakilan pedagang pakaian bekas dengan pihak terkait menemukan solusi sehingga semua pihak dapat memahaminya.
"Larangan penjualan pakaian bekas sudah diakomodir melalui perundang-undangan sehingga harus dihormati. Namun semua pihak berharap ada solusi terbaik," kata Suwandi.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan Sultra Sapoan mengatakan larangan impor pakaian bekas dipertegas dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tertanggal 9 Juli 2015.
Bahkan, larangan impor pakaian bebas sebenarnya telah diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan, yang mewajibkan setiap importir mengimpor barang dalam keadaan baru.
"Sebenarnya larangan impor pakain bekas ada sejak tahun 1982 silam melalui SK Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor No. 28 Tahun 1982," kata Sapoan.
Kepala Sahbandar Kendari Herwanto mengatakan pihak Sahbandar hanya berwenang memastikan kelayakan berlayar kapal, baik jumlah penumpang maupun barang.
"Soal legal atau tidak legal yang diangkut menjadi kewenangan institusi lain. Silahkan menjalankan wewenang masing-masing," kata Herwanto.
Ketua asosiasi pedagang pakaian bekas Sultra Thamrin (44) mengatakan pemerintah dan DPRD diharapkan bijak merumuskan atau mensahkan perundang-undangan.
"Pedagangan pakaian bekas hanya mencari rejeki untuk menyambung hidup. Kami
yakin pemerintah membuat peraturan bukan untuk menghukum rakyatnya yang mencari nafkah," kata Thamrin.
Tudingan bahwa pakaian bekas membawa bakteri yang membahayakan kesehatan konsumen hanya mengada-ada, katanya.
Pekan lalu pedagang pakaian bekas menyampaikan aspirasi ke DPRD menyusul adanya informasi bahwa pemerintah akan menerbitkan peraturan larangan perdagangan pakaian bekas karena disinyalir melemahkan industri tekstil tanah air.