Kendari (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan oleh Menteri Kehutanan, menjadi ancaman serius bagi kerusakan lingkungan hidup di daerah ini.
"Tanpa izin pinjam pakai saja, sejumlah perusahaan sudah berani menggasak kawasan hutan dalam mengeksploitasi tambang nikel," kata Ketua Walhi Sultra, Hartono di Kendari, Rabu, menanggapi izin pinjam pakai kawasan hutan yang diberikan kepada 10 perusahaan tambang nikel di Sultra.
Menurut dia, dengan izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan itu, perusahaan pemilik izin akan seenaknya menambang di dalam kawasan hutan.
"Kerusakan lingkungan di dalam kawasan hutan paling parah akibat aktivitas penambangan nikel di Sultra terdapat di Kabupaten Bombana, Kolaka, Kanawe Utara dan Konawe Selatan," katanya.
Bahkan, kata dia, Beberapa perusahaan yang mengeksploitasi nikel di daerah tersebut, ada yang menambang di dalam kawasan hutan tanpa ada izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan.
"Akibat aktivitas penambangan nikel oleh sejumlah perusahaan di daerah ini telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup serius," katanya.
Tentu, ujarnya, dengan izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan yang sudah dikantongi sejumlah perusahaan tambang, kerusakan kawasan hutan akan lebih parah lagi.
"Tanda-tanda kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel oleh sejumlah perusahaan itu, sudah tampak pada sejumlah anak sungai dan sumber mata air di beberapa kabupaten yang saat ini mulai mengalami kekeringan," katanya.
Bahkan, kata dia, di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana bukan hanya sumber mata air yang kekeringan, tetapi juga mata pencaharian warga seperti lokasi pebudidayaan rumput laut sudah tercemar limbah berupa lumpur tanah yang meluber dari aktivitas penambangan nikel.
Kondisi yang sama, ujarnya, juga terjadi di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan. Di daerah itu, limbah tanah menutup areal persawahan rakyat dan usaha budidaya tambak.
"Warga di dua kabupaten tersebut sudah lama berteriak dengan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, namun tak pernah mendapat tanggapan dari pihak berwenang," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, Amal Jaya dalam keterangan terpisah mengatakan, dengan izin resmi yang diberikan kepada perusahaan tersebut, penggunaan kawasan hutan oleh perusahaan tambang semakin terkontrol dan terkendali.
"Di dalam dokumen izin yang diberikan itu, tercantum aturan main yang harus dipatuhi oleh pihak perusahaan, terutama mengenai dampak lingkungan," katanya.
Sedangkan kawasan hutan yang sudah dieksploitasi, kata dia, setiap perusahaan wajib menghijaukan kembali lahan-lahan bekas tambang tersebut.
"Jadi, dengan izin pinjam pakai ini, penggunaan kawasan hutan oleh perusahaan pertambangan, akan lebih terkontrol dan meminimalisir kerusakan lingkungan," ujarnya.
Menurutnya, kawasan hutan yang diizinkan untuk digunakan sebagai aktivitas pertambangan tersebut seluas 9.239 hektar yang tersebar di kabupaten Bombana, Kolaka Utara, Konawe, Konawe Utara, Kolaka dan Konawe Selatan.(Ant).