Kendari (ANTARA News) - Puluhan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi unjuk rasa mengecam keras tindak kekerasan oleh aparat Kepolisian di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Aktivis HMI menyampaikan kecaman tersebut melalui aksi unjuk rasa di dua titik, yakni di jalan simpang empat lampu merah dekat lokasi MTQ Nasional Kota Kendari dan simpang empat dekat Kantor Kejaksaan Negeri Kendari, Rabu.
Dalam aksi di simpang empat dekat Kantor Kejaksaan Negeri Kendari, para mahasiswa membawa beberapa pamplet tertluiskan turunkan Kapolri, Tindakan Kekerasan oleh aparat polisi tidak bisa ditolerir, polisi bukan alat investor tapi alat negara.
"Kapolri harus tertanggung jawab dengan tindakan brutal aparat kepolisian yang menyebabkan dua warga di Kota Bima yakni Arif Rahman (30) dan saiful (17) meninggal di tempat dan puluhan warga luka-luka," kata orator aksi tersebut, Febria.
Oleh karena itu kata dia, Kapolri sebagai pimpinan tertinggi aparat Kepolisian harus diturunkan dari jabatannya, karena tidak mampu mengendalikan aparatnya untuk bertindak profesional.
Ia mengatakan, aksi warga Bima yang mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka, merupakan sesuatu yang wajar dan tidak pantas diperlakukan dengan tindak kekerasan yang brutal.
"Kami tidak bisa mentolerir cara-cara aparat kepolisian mengamankan aksi unjuk rasa dengan tindakan represif yang mengakibatkan korban jiwa dan puluhan orang luka-luka itu," katanya.
Menurut dia, tindakan represif aparat polisi terhadap warga Bima, merupakan perilaku aparat yang tidak profesional, sehingga rakyat sipil yang mempertahankan hak-haknya menjadi korban.
"Kami tidak percaya lagi dengan aparat kepolisian yang selalu bertindak brutal dalam menangani kasus unjuk rasa. Kami minta agar Kapolri diturunkan dari jabatannya," katanya.
Selain meminta Kapolri turun, para aktivis juga mendesak agar semua pasukan Brimob dan TNI di Bima ditarik.
Disamping itu juga meminta Komisi III DPR untuk melakukan investigasi terkait kekerasan polisi di Bima dan sejumlah tempat terjadinya sengketa kasus agraria di Indonesia.
Para aktivis juga menyerukan pembentukan Panitia Nasional untuk penyelesaian konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, sesuai amanat Undang-undang pokok Agraria tahun 1960.
Usai menyampaikan orasi, para aktivis HMI tersebut membubarkan diri dengan tertib.(Ant).