Kendari (ANTARA News) - Produksi biji kakao fermentasi yang dihasilkan petani kakao di Sulawesi Tenggara (Sultra), tahun 2011 baru mencapai 100 ton.
Kepala Dinas Perkebunan dan Holtikultura Sultra, Achmad Chaidir, di Kendari, Kamis, mengatakan jumlah itu masih sangat terbatas jika dibanding dengan jumlah produksi kakao di daerah itu yang setiap tahunnya bisa mencapai 151.000 ton.
"Kalau kita melihat antara rasio produksi kakao di Sultra pertahun dengan produksi kakao fermentasi oleh petani masih sangat jauh dari harapan," kata Achmad Chaidir.
Tatapi itu, kata Achmad Chaidir, sudah merupakan upaya maksimal selama setahun ini, karena program itu baru dirintis awal 2011 di Sultra, namun sudah mulai merubah paradigma berpikir petani untuk melakukan fermentasi biji kakao.
"Bukan masalah mudah merubah pemikiran petani yang selama ini selalu perpikir instan, ingin cepat dalam menghasilkan kakao kering dan menjualnya, kemudian kita harus mengarahkan mereka menambah cara pengeringan melalui fermentasi biji kakao yang prosesnya membutuh waktu sekitar empat hari," kata Achmad Chaidir.
Menurutnya, pada tahun-tahun mendatang, pihaknya akan menargetkan daerah ini bisa menghasilkan biji kakao fermentasi setiap tahun sekitar 10.000 ton.
Dengan jumlah itu, diharapkan mampu memberikan sumbangan besar terhadap Indodnesia bahwa, Sultra sudah mengurangi impor kakao fermentasi dari luar negeri yang jumlahnya saat ini sekitar 30.000 ton pertahun.
Ia mengatakan, pihaknya mengaktifkan tenaga penyuluh kepada petani kakao agar terus meningkatkan produksi kakao melalui fermentasi.
Biji kakao fermentasi ini menguntungkan petani karena ada selisih harga mencapai Rp4000 per kilogram, kalau harga kakao non fermntasi Rp21.000 per kilogram, maka harga kakao fermentasi mencapai Rp25 ribu per kilogam," katanya.
Ia mengatakan, biji kakao fermentasi ini baru terdapat di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Konawe. (Ant).