Kendari (ANTARA News) - Pengawasan dan penanganan pascapanen kakao di sejumlah sentra produksi di Sulawesi Tenggara harus ketat demi menghasilkan kakao yang berkualitas, kata anggota DPRD Sultra Nursalam.
"Kalau penanganan pascapanen kakao maupun hasil komoditi perkebunan lainnya kurang disiplin, biasanya berdampak terhadap rendahnya kualitas hasil produksi petani di daerah ini," katanya di Kendari, Jumat.
Ia mengatakan, umumnya petani perkebunan di Sultra kurang memperhatikan masalah penanganan secara baik pascapanen, terutama saat penjemuran.
Akibatnya, katanya, kondisi yang dihasilkan juga kurang baik seperti tingginya kadar air dan ada kecenderungan dari petani untuk memanen sebelum waktunya.
Ia mengatakan, jika kualitas yang dihasilkan itu tidak memenuhi standar pasar berdampak terhadap harga, yakni selalu jauh di bawah harga komoditas yang dihasilkan para petani di luar provinsi seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Proses penjemuran yang digunakan petani di Sultra, katanya, masih banyak menggunakan lantai tanah sehingga saat hujan, petani hanya mengumpulkan kakao yang bisa saja bercampur dengan benda lain.
Menurut Nursalam yang juga politikus berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, pascapanen kakao juga kurang mendapat perhatian petani terutama saat kakao akan dipetik.
Padahal, katanya, kakao yang berkualitas baik harus benar-benar berkulit matang.
"Kondisi penanganan pascapanen yang kurang baik menyebabkan sebagian besar kakao petani di Sultra dibeli dengan harga yang kadang di bawah harga nasional," katanya.
Ia mengemukakan, untuk tidak mengurangi pembelian kakao oleh pedagang untuk ekspor, semua persyaratan pascapanen hingga menghasilnya produk kakao yang bermutu tinggi harus dipatuhi.
Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikutura Sultra Achmad Chaedir mengatakan, antara 30 hingga 40 persen dari sekitar 100 ribu hektare lahan kakao sudah dalam pengawasan pascapanen yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Artinya, katanya, penanganan masa panen yang lebih baik itu bagian dari program pemerintah melalui gerakan nasional yang sudah berjalan hampir tiga tahun terakhir.
Ia mengatakan, program gerakan nasional pro-kakao untuk lahan kakao petani yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Kolaka Utara, Kolaka, Konawe Utara, Muna, Bombana, dan beberapa kabupaten lainnya adalah upaya untuk meningkatkan mutu serta produksi yang selama ini dinilai masih sangat kecil.
Pada 2011, gerakan nasional kakao di Sultra dianggarkan sekitar Rp150 miliar meliputi intensifikasi, ekstensifikasi, dan peremajaan kakao.
Ia mengharapkan, gerakan itu dapat terus memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani kakao di Sultra. (Ant).