"Taiwan adalah Taiwan milik China, AS tidak dalam posisi untuk menuding China atas apa pun," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi pers rutin di Beijing pada Jumat (24/5).
Latihan militer itu digelar di Selat Taiwan di bagian utara, selatan, dan timur Pulau Taiwan, serta daerah-daerah di sekitar pulau Kinmen, Matsu, Wuqiu, dan Dongyin mulai Kamis (23/5) pagi.
Merespons latihan itu, Departemen Pertahanan AS mengatakan pihaknya "memantau dengan sangat cermat".
Mereka juga menilai bahwa tindakan China "ceroboh, berisiko meningkatkan eskalasi, dan mengikis norma-norma lama yang telah menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan selama beberapa dekade sekaligus mendesak Beijing untuk menahan diri."
"Ketegangan di Selat Taiwan disebabkan oleh upaya Partai Progresif Demokratik (DPP) untuk meminta dukungan AS atas apa yang disebut 'kemerdekaan Taiwan' dan upaya beberapa pihak di AS untuk menggunakan Taiwan sebagai alat membendung China atas nama perdamaian dan stabilitas kawasan," kata Wang Wenbin.
Jika AS benar-benar ingin menjaga Selat Taiwan tetap damai dan stabil, kata Wang, AS harus tegas menjunjung prinsip Satu China dan menentang "kemerdekaan Taiwan."
"China tidak akan pernah menoleransi upaya siapa pun untuk memayungi kegiatan separatis 'kemerdekaan Taiwan' dengan dalih apa pun," kata dia, menambahkan.
Wang menilai dalam beberapa hari terakhir, para pemimpin politik di banyak negara telah menegaskan kembali komitmen mereka terhadap prinsip Satu China.
Mereka juga memberikan dukungan terhadap penolakan China terhadap kegiatan separatis "kemerdekaan Taiwan" serta mendukung reunifikasi nasional, katanya.
Hal itu menunjukkan bahwa komitmen komunitas internasional terhadap prinsip Satu China "tidak tergoyahkan," kata Wang.
"Upaya 'kemerdekaan Taiwan' tidak akan membuahkan hasil," kata dia. "Siapa pun yang berkomplot dan mendukung 'kemerdekaan Taiwan' akan terbakar karena bermain api."
Dia juga menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi China untuk menegakkan kedaulatan nasional dan integritas wilayahnya.
"Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menggagalkan segala upaya 'kemerdekaan Taiwan'," kata Wang, menegaskan.
Latihan itu digelar tiga hari setelah William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) dilantik sebagai pemimpin Taiwan. Dia dinilai sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan Taiwan.
Ching-te digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan, tetapi Beijing menyebutnya "berbahaya" dan menjadi bagian dari "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik di Selat Taiwan.
Selama dipimpin Tsai Ing-wen dari DPP sejak 2016, Taiwan mengambil sikap keras menentang Beijing dan prinsip Satu China. Prinsip itu menegaskan bahwa Taiwan merupakan wilayah di bawah kekuasaan Beijing.
China terakhir kali menggelar latihan besar-besaran dengan skenario pengepungan total Taiwan pada pertengahan 2022 sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.
Taiwan juga mengerahkan jet tempur dan kapal perang untuk menjaga wilayah udara dan perairannya sebagai respons atas untuk latihan militer China saat itu.