“Saya punya keluarga itu, Pak, istri, anak-anak, cucu, tidak suka durian. Bahkan ndak boleh masuk di rumah, durian. Saya kira ini perlu saya sampaikan,” kata SYL pada akhir sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Di hadapan majelis hakim, SYL mengaku keluarga besarnya tidak menyukai durian, kecuali dirinya sendiri. Sebab itu, dia merasa heran dengan keterangan saksi yang mengirimkan durian ke rumah dinas SYL dengan harga mencapai puluhan juta rupiah
“Yang makan durian cuma saya. Demi Allah, Rasulullah. Oleh karena itu, kalau durian dengan jumlah seperti ini, saya terheran-heran saja,” kata dia.
SYL pun menyebut akan menjelaskan lebih lanjut terkait hal itu dalam nota pembelaan atau pleidoi. “Tidak ada (durian). Bahkan muntah saya punya cucu, anak-anak,” ucapnya.
Pada sidang lanjutan Senin ini, Sekretaris Badan Karantina Kementan Wisnu Haryana dalam kesaksiannya mengungkapkan bahwa dirinya pernah mengirim durian seharga sekitar Rp20 hingga Rp40 juta ke rumah dinas SYL.
Durian jenis Musang King itu, kata Wisnu, merupakan permintaan SYL yang biasanya disampaikan melalui mantan ajudannya, Panji Hartanto. Durian itu dikirimkan ke kompleks rumah dinas menteri di Widya Chandra (Wichan), Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Wisnu menyebutkan bahwa pihaknya paling sedikit mengirimkan sekitar enam kotak durian kepada SYL. Adapun dalam satu kotak berisi lima hingga tujuh durian.
“Ini saya lihat yang paling besar sampai Rp46 juta, memang pernah?” tanya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pernah,” jawab Wisnu.
“Hanya untuk durian Musang King?” tanya jaksa lagi.
“Iya,” timpal Wisnu.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon satu dan jajarannya, antara lain untuk membayar kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.