Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa paparan asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin yang ada dalam kandungan ibu tumbuh jadi lebih lambat.
“Pengaruh rokok itu terbukti, semua sepakat dari hasil katakanlah meta analisa atau statistika review. Itu semua menunjukkan bahwa pengaruh rokok adalah janin tumbuh lambat. Secara ilmiah antara rokok dan pertumbuhan janin, ini sudah terbukti dan sangat signifikan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Hasto menuturkan ibu hamil yang terpapar atau mengkonsumsi rokok, akan menjadi seorang perokok pasif yang mempengaruhi jalannya distribusi nutrisi ataupun oksigen yang ada pada janin dalam kandungan.
Hal itu akan memperbesar kemungkinan terjadinya kekerdilan pada anak (stunting), karena bayi bisa lahir dalam kondisi prematur ataupun berat badan lahir rendah (BBLR) yang merupakan faktor-faktor penyebab stunting.
Data Riskesdas 2018 menyebutkan sebanyak 22,6 persen bayi lahir dalam keadaan panjang badan kurang dari 48 centimeter dan 29,5 persen lahir prematur.
Masalah lain yang timbul dari merokok yakni penggunaan tembakau setidaknya telah membunuh 290 ribu orang setiap tahunnya dan memicu timbulnya 33 penyakit yang berkaitan dengan rokok dengan total kematian 230.862 orang pada 2015.
Rokok juga menjadi penyebab terjadinya kematian terbesar akibat penyakit tidak menular. Adapun kerugian makro mencapai Rp596,61 triliun.
Dengan demikian, Hasto meminta agar seluruh anggota keluarga yang merokok dapat lebih menjaga ibu dan anak di rumah, dengan cara tidak berada di dekat ibu dalam jarak dekat saat merokok.
“Kalau kita melarang orang merokok itu hampir pasti kita gagal. Tapi kalau mencegah orang merokok kemungkinan sukses besar. Oleh karena itu sebaiknya kita mencegahnya lewat perokok baru atau anak-anak ini,” kata Hasto.
Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI Sumarjati Arjoso ikut membeberkan bahwa terjadi peningkatan jumlah perokok pada anak di bawah 18 tahun.
Dari data yang dirinya miliki, tiga dari empat orang telah merokok sejak berusia di bawah 20 tahun. Pada tahun 2013 prevalensi perokok anak di Indonesia mencapai 7,20 persen. Namun, meningkat signifikan di tahun 2019 yakni 10,70 persen.
“Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang zat adiktif supaya perlindungan terhadap anak dari produk rokok semakin diperkuat.
Ede menyebutkan sejumlah aturan yang perlu diperhatikan yakni pembuatan aturan larangan menjual rokok secara ketengan alias batangan, pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok di berbagai media, baik di luar atau dalam ruangan juga media.
Pembatasan iklan rokok
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan pihaknya mengapresiasi aturan mengenai pembatasan iklan rokok yang diterapkan pemerintah, salah satunya terkait sponsor pertandingan olahraga.
"Dulu kalau nonton balapan F1 itu, ya itu (iklan) pabrik rokok itu, sepak bola juga begitu, sekarang enggak lagi," kata Taufan Damanik dalam konferensi pers bertajuk "Lindungi Anak dan Remaja dari Keterjangkauan Harga Rokok Demi Sumber Daya Unggul Mencapai Indonesia Maju", yang diikuti di Jakarta, Kamis (4/8).
Dia juga mengapresiasi adanya aturan untuk tidak memasang iklan rokok di dekat gedung sekolah atau tempat yang banyak terdapat anak-anak.
"Itu udah mulai ada pembatasan yang lebih kuat di ruang-ruang publik," katanya.
Di berbagai sarana transportasi juga menurutnya sudah menerapkan aturan yang melarang penumpang untuk merokok.
"Kalau kita naik TransJakarta, saya kira jelas tidak boleh merokok, pesawat juga tidak boleh, di bandara juga hanya tempat-tempat tertentu," katanya.
Namun demikian, pihaknya masih belum melihat aturan yang ketat di institusi pendidikan.
"Kita masih melihat di sekolah-sekolah, guru mengajar sambil merokok, kantin-kantin, di kampus juga masih seperti itu padahal kampus isinya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi," katanya.
Selain itu pihaknya juga meminta pemerintah agar melarang seluruh iklan promosi dan pemberian sponsor dari produk-produk rokok sesuai dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Dalam FCTC pasal 13 dikatakan bahwa iklan promosi dan pemberian sponsor dari pabrik-pabrik rokok ini sebisanya dilarang," katanya
Komnas HAM juga meminta pemerintah menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak dan tidak menempatkan pertimbangan ekonomi sebagai yang utama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rokok pengaruhi perkembangan janin tumbuh jadi lebih lambat