Beijing (ANTARA) - Seorang pelaku pembunuhan dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Jiangxi, China, setelah sempat bersembunyi dalam pelarian selama 20 tahun.
Pihak pengadilan tingkat banding itu juga memvonis perempuan bernama Lao Rongzhi tersebut dengan mencabut hak politik dan memerintahkan pengembalian seluruh harta kekayaannya untuk disita.
Lao mengajukan banding atas putusan tersebut sebagaimana diberitakan sejumlah media di China, Minggu.
Pengadilan menyatakan Lao yang lahir pada tahun 1974 itu bersalah melakukan serangkaian perbuatan pembunuhan berencana, menculik, dan merampok.
Dalam putusannya, majelis hakim mengungkapkan Lao bersama bekas teman prianya Fa Ziying melakukan tindak kejahatan tersebut selama 1996-1999.
Lao mencari sasaran di tempat-tempat hiburan, sedangkan Fa sebagai eksekutor.
Selama periode itu, pasangan tersebut terlibat perampokan, penculikan, dan pembunuhan di Nanchang (Provinsi Jiangxi), Wenzhou (Zhejiang), Changzhou (Jiangsu), dan Hefei (Anhui). Akibat serangkaian tindakan pasangan tersebut, tujuh orang tewas.
Fa yang tertangkap pada 1999 divonis mati dan telah dieksekusi setahun kemudian.
Lao dinyatakan sebagai buronan sejak kematian teman kencannya di tangan eksekutor itu dan menggunakan identitas palsu untuk melarikan diri sebelum ditangkap di Provinsi Fujian pada 28 November 2019. Dalam pelarian, dia berkedok sebagai guru sekolah dasar di Jiangxi.
Lao telah meminta maaf kepada keluarga korban dan memberikan uang kompensasi. Namun hal itu tidak cukup membantu Lao lolos dari jeratan hukuman mati.
"Meskipun mengakui kesalahannya, Lao tidak bisa dihukum ringan karena kejahatannya sangat serius dan dilakukan dengan cara-cara yang sangat kejam. Dia telah menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, berdampak besar kepada masyarakat luas, dan tindakan kejahatannya sangat parah," demikian bunyi putusan majelis hakim tingkat tinggi yang berkedudukan di Nanchang itu.
Lao Shengqiao, kakak kandung terdakwa, tidak puas atas putusan majelis hakim tersebut dan mendorong adiknya melakukan banding ke level lebih tinggi.
"Saya tidak percaya adik perempuan saya itu menghilangkan nyawa beberapa orang. Saya bersedia membantunya memberikan kompensasi kepada keluarga para korban," ujarnya dikutip portal berita The Paper. Hanya pihak keluarga dari seorang korban yang meminta kompensasi kepada Lao.
Dia adalah Zhu Dahong yang suaminya dibunuh di Hefei pada 1998. Pihak pengadilan pada Kamis (9/9) telah memerintahkan Lao membayar kompensasi senilai 48.000 yuan atau sekitar Rp106 juta kepada Zhu.
Zhu merasa puas atas besaran kompensasi yang diterimanya itu, meskipun yang dia minta sebelumnya sebesar 1,35 juta yuan (Rp2,9 miliar).