Jakarta (ANTARA) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebutkan sebanyak 82,08 persen nelayan kecil belum memiliki akses terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Mereka tahu ada hak mereka untuk mendapatkan BBM bersubsidi, tetapi sebagian besar dari mereka tidak memiliki akses untuk membeli BBM bersubsidi," kata Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu.
Dani menjelaskan persentase itu diperoleh dari hasil survei yang dilakukan KNTI terhadap 5.292 nelayan di 10 provinsi dengan 25 kabupaten maupun kota mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Kalimantan Utara.
Berdasarkan hasil survei tersebut, mayoritas nelayan kecil tidak punya surat rekomendasi yang membuat mereka tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.
"Nelayan tidak punya surat rekomendasi karena terkendala urusan administrasi tidak punya pas kecil, tidak punya kartu Kusuka dan lain-lain, sehingga mereka tidak bisa mengurus surat rekomendasi di dinas," kata Dani.
Selain terkendala urusan administrasi, lanjut dia, lokasi kantor dinas perikanan yang terlalu jauh dari perkampungan nelayan juga menjadi kendala mereka untuk mengurus surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi.
Dani mengusulkan agar pemerintah daerah jemput bola memberikan pelayanan administrasi langsung ke kampung-kempung nelayan dengan konsep seperti SIM Keliling yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Kalau perpanjangan SIM ada istilah SIM keliling, kenapa surat rekomendasi tidak ada keliling atau pengurusan pas kecil keliling, pengurusan BPKP keliling. Saya kira inovasi-inovasi ini bisa kita dorong segera," kata Dani.
Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono mengklaim telah memberikan perhatian akses BBM bersubsidi bagi nelayan-nelayan kecil di Indonesia.
Menurutnya, kementerian telah melakukan berbagai langkah bersama BPH Migas, Pertamina, dan pemerintah daerah terkait penyederhanaan regulasi, penyaluran BBM bersubsidi, revitalisasi pengisian bahan bakar umum nelayan yang tidak operasional, dan digitalisasi penerbitan rekomendasi penyaluran BBM bersubsidi.
"Dari sisi kuota, kami juga bekerjasama dengan BPH Migas agar jumlah pasokan BBM bersubsidi untuk nelayan berada dalam jumlah yang memadai, demikian pula dengan jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan yang akan terus kami tambah seiring dengan peningkatan penerimaan PNBP," kata Wahyu.