Jakarta (ANTARA) - Lebaran menjadi godaan tersendiri bagi sebagian besar orang untuk cenderung abai dalam menjaga pola makan tetap baik dan sehat.
Tak heran, sebab setelah sebulan lamanya berpuasa, momentum libur lebaran menjadi ajang berkumpul bersama keluarga dengan beraneka makanan yang ada, hingga menjadikan banyak orang berpikir untuk sedikit saja mengendorkan toleransi dalam menjaga pola diet ketatnya.
Bahkan bukan saja bagi mereka yang menjalani diet ketat, laksana aji mumpung banyak dari mereka yang seakan lupa diri untuk tetap menjaga pola makan sehat setelah puasa satu bulan.
Pakar gizi yang juga Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia Prof Dr Hardinsyah MS menekankan pentingnya masyarakat untuk tetap sehat setelah lebaran mengingat ancaman pandemi COVID-19 yang masih tinggi di tanah air.
Menurut dia, bangsa Indonesia masih menghadapi pandemi COVUD-19 meski dengan berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan komponen bangsa pada akhirnya mulai berhasil menurunkan laju penambahan kasus baru COVID-19 setelah Februari 2021 dibanding bulan-bulan sebelumnya. Fakta ini mestinya menjadi momentum yang terus dijaga.
Bahkan ketika peristiwa libur akhir tahun 2020 serta kejadian ledakan kasus baru COVID-19 di berbagai negara termasuk di India bulan lalu yang seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi semua.
“Oleh karena itu sebaiknya kita menyikapi dengan baik dan mematuhi peraturan pemerintah pusat dan daerah dalam pencegahan COVID-19, termasuk pada masa lebaran 2021 ini terkait kegiatan mudik, lebaran keluarga, dan wisata,” katanya.
Lebih jauh dari itu, Hardinsyah mengajak seluruh masyarakat di tanah air untuk menerapkan gizi seimbang. Penerapan protokol kesehatan perlu disertai dengan upaya untuk meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh dengan menerapkan prinsip Gizi Seimbang.
Prinsip Gizi Seimbang ini meliputi hidup aktif, bergerak dan berolahraga, menjaga berat badan normal, mengonsumsi makanan yang aman, beragam dan cukup, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Bijak Berkonsumsi
Sekjen PERGIZI PANGAN Indonesia Prof Dr Ahmad Sulaeman MS secara khusus menyarankan masyarakat untuk selalu bijak memilih dan mengonsumsi makanan dan minuman.
Sebab berbagai kajian menunjukkan bahwa kegemukan, kelebihan konsumsi gula, garam (natrium) dan lemak, stres kronik, dan kurang tidur meningkatkan risiko gangguan imunitas (kekebalan tubuh) dan gangguan kesehatan.
Oleh karena itu masyarakat Indonesia diharapkan membatasi asupan gula, garam, dan lemak atau membatasi makanan dan minuman yang manis, asin dan berminyak, serta meningkat asupan serat pangan, sesuai anjuran Gizi Seimbang dari Kementerian Kesehatan, agar turut mempertahankan berat badan yang normal dan tetap sehat setelah puasa.
Puasa Ramadan yang telah dilakukan dengan baik dan benar mendatangkan banyak kebaikan dalam pengendalian lemak, sistem hormon dan metabolik tubuh, serta latihan kedisiplinan dan kejujuran.
Kebaikan yang telah diraih ini sebaiknya dijaga mulai hari lebaran pertama dengan cara menghindari makan berlebihan, dan setelah lebaran melaksanakan anjuran puasa Syawal atau puasa berselang (intermittent fasting), seperti puasa Syawal, puasa Senin dan Kamis, atau puasa lainnya yang dianjurkan bagi yang berkenan dan sesuai kemampuan.
“Rayakan lebaran dengan penuh kebahagiaan. Rasa bahagia juga turut meningkatkan imunitas tubuh yang kita perlukan untuk hidup sehat baik di masa pandemik dan tidak pandemi. Rasa bahagia dalam silaturrahmi tidak hanya bisa dilakukan dengan mudik, tetapi bisa secara daring,” kata Ahmad Sulaeman.
Ia berharap masyarakat tetap memiliki kepedulian tinggi untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Puasa juga diharapkan mendatangkan banyak kebaikan bagi kehidupan semua dan mencegah terjadinya kegemukan yang semakin meningkat di Indonesia dan berisiko memperparah pandemi.
Edukasi Keluarga
Pentingnya untuk tetap sehat mendorong sejumlah pihak termasuk penggerak pendidikan terlibat langsung dalam mengedukasi kebiasaan hidup sehat.
Sebanyak 6.000 guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) misalnya telah menyatakan siap terjun menjadi laskar untuk mengedukasi keluarga dalam upaya menciptakan Jakarta sehat, sejahtera, dan Bahagia.
Prof. Dr. Ir. Netty Herawati M.Si, Ketua Umum PP HIMPAUDI mengatakan banyak potensi besar yang bisa dilakukan oleh guru-guru PAUD untuk mewujudkan Jakarta, Cerdas, Sehat, dan Bahagia. “Guru PAUD ini mendidik anak-anak generasi bangsa, mereka juga bisa menjadi pionir perubahan bangsa,” ujar Prof. Netty Herawati.
Ia menyampaikan saat ini literasi gizi tidak diberikan secara optimal oleh para guru dan kalah saing dengan iklan-iklan produk makanan dan minuman di media TV. Akibatnya anak-anak mengalami berbagai gangguan gizi dan kesehatan, karena keluarga tidak terbiasa menerapkan kemampuan bagaimana memilih makanan, mengetahui harus, dan tidak boleh diminum, serta bagaimana menjaga kesehatan tubuhnya.
“Banyak sekali yang mengira telah mengkonsumsi makanan sehat, padahal tidak sehat. Misalnya, banyak orang merasa susu kental manis itu juga susu, sama seperti susu yang lain. Padahal tidak,” ujar Prof Netty.
Pandemi merupakan tantangan lain di samping momentum libur lebaran yang membuat keadaan menjadi kian sulit dalam upaya mengajak masyarakat menjaga pola makan dan pola hidup yang lebih sehat terlebih untuk anak-anak.
Ir. Suharti, M.A, Ph.D, Plt. Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi DKI Jakarta mengatakan, bahwa literasi gizi sangat penting. “Tidak hanya guru saja yang memberikan literasi kepada anak didiknya, tetapi juga kepada para orang tua juga perlu. Karena faktanya memang orang tuanya lah yang menyiapkan konsumsi anak-anak nya. Gizi menempatkan pada tumbuh kembang anak yang luar biasa. Kalau konsumsi gizinya tidak baik maka pertumbuhan anak terhambat,“ kata Ir. Suharti.
Sementara Dr. dr. Nur Aisiyah Widjaja SpA (k) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, mengatakan tumbuh kembang anak sejak lahir sampai usia 2 tahun sangat pesat.
Di usia itu, anak memerlukan pemberian makanan yang mengandung zat gizi mikro (protein, lemak, karbohidrat) dan makro (vitamin dan mineral) untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Kalau orang tua memberikan nutrisi yang salah maka itu akan berdampak pada gangguan pertumbuhan.
Sebagaimana Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menambahkan bahwa pengenalan literasi gizi yang masih rendah di kalangan masyarakat selama ini, telah menyebabkan hampir 100 tahun Indonesia direcoki oleh informasi yang keliru atau iklan yang salah terutama mengenai asupan gizi seperti susu kental manis.
Karenanya, dia berharap orang tua nantinya dapat memberikan asupan gizi kepada balita atau anak-anak mereka, yang sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh pemerintah ataupun peraturan yang ada di Indonesia. Jadi, harus sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak, tidak boleh banyak gula.
Sama halnya dengan ancaman pada kue-kue yang menjadikan kental manis sebagai penambah rasa di dalamnya. Masyarakat harus mulai meningkatkan kesadaran akan itu.
Sebab momentum lebaran mestinya tidak menjadi berarti seseorang abai terhadap masalah kesehatan diri dan keluarga termasuk anak-anaknya.
Kesehatan adalah faktor terpenting yang membuat segala sesuatu menjadi indah selain bahwa kesehatan yang terdukung dari badan berimunitas tinggi menjadi perisai terbaik untuk melawan pandemi COVID-19.