Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk (SHKJ) dr Marto Sugiono SpU menyebut kanker prostat merupakan salah satu penyebab terbanyak kematian pada pria.
“Kanker prostat ini sering diderita oleh laki-laki di dunia dan menjadi salah satu penyebab kematian pada pria. Nomor satu adalah kanker paru dan nomor dua adalah kanker prostat,” ujar Marto dalam taklimat media di Jakarta, Rabu.
Prevalensi penderita kanker prostat di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 11 dari 100.000. Kanker prostat juga kerap tidak disadari, terutama pada gejala awal.
Gejala yang dialami seperti penyumbatan saluran kencing, karena kanker membesar dan menyumbat saluran tersebut, sehingga buang air kecil pelan dan agak berdarah.
“Namun, kadang-kadang tidak ada keluhan. Ini yang perlu diwaspadai karena diam-diam ternyata menderita kanker,” tuturnya.
Kanker prostat, lanjut dia, kerap diderita pria berusia di atas 50 tahun. Semakin tua semakin besar risiko terkena kanker prostat. Selain itu, juga faktor keturunan turut mempengaruhi. Terutama jika ayah atau saudara laki-laki juga terkena kanker prostat.
“Juga kalau ada saudara perempuannya terkena kanker payudara. Sehingga, dia memiliki risiko kanker prostat dua kali hingga tiga kali lebih besar dari lainnya,” paparnya.
Oleh karenanya, pria berusia di atas 50 tahun hendaknya melakukan pengecekan prostate specific antigen atau PSA di dalam darah. Jika mengalami kanker prostat, PSA di dalam darah akan meningkat.
Selain itu, juga perlu melakukan konsultasi dengan dokter urologi jika mengalami keluhan penyumbatan saluran pipis. Dari hasil pemeriksaan akan diketahui apakah menderita kanker prostat atau tidak.
Dia menambahkan rangkaian pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mendeteksi secara akurat dan tepat keberadaan sel kanker, sehingga pertumbuhan sel kanker dapat diketahui lebih dini.
“Jika terdiagnosa pada stadium dini, bisa disembuhkan. Akan tetapi, jika sudah stadium lanjut, sulit disembuhkan, namun bisa dikendalikan,” katanya.
Untuk penderita kanker prostat stadium dini, masih besar harapan hidup hingga 10 tahun ke depan. Sementara jika stadium empat, harapan hidup hingga 10 tahun ke depan hanya sekitar 40 hingga 50 persen.