Mendikbud sebut dana POP direalokasi untuk pulsa guru
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan dana Program Organisasi Penggerak (POP) yang ditunda pada 2020 akan direalokasikan untuk bantuan pulsa dan ekonomi guru selama pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi COVID-19.
"Merespons masukan PB PGRI, penundaan program POP akan direalokasikan untuk pandemi COVID-19 untuk membantu guru dalam bentuk pulsa pada masa pembelajaran jarak jauh," kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR yang disiarkan langsung TVR Parlemen diikuti dari Jakarta, Kamis.
Nadiem mengatakan setelah dievaluasi, program POP akhirnya diputuskan untuk ditunda pada 2020 dan akan dilanjutkan pada 2021. Penundaan itu untuk memberi waktu dalam menyempurnakan program POP yang sebagian disarankan oleh tiga organisasi yang sebelumnya menyatakan keluar dari program tersebut.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI); memutuskan untuk keluar dari program tersebut.
"Yang menggembirakan, PBNU sudah setuju untuk kembali. Harapan kami, Muhammadiyah dan PGRI juga akan kembali. Saat ini kami sedang berdiskusi intensif untuk menyelesaikan berbagai masalah dan isu mengenai struktur dan kriteria," tuturnya.
Nadiem mengatakan selama ini terjadi kesalahpahaman terhadap program POP yang dianggap sebagai program pelaksanaan atau afirmasi yang mengalokasikan dana pemerintah untuk suatu program pendidikan.
"Itu salah. Program POP adalah semacam sayembara tentang jurus-jurus berbagai organisasi untuk meningkatkan numerasi dan literasi. Model-model dari berbagai organisasi itu akan dipelajari dan dipetik untuk menjadi program nasional bila berhasil," jelasnya.
Karena itu, semakin banyak organisasi yang ikut serta, akan semakin banyak model dan data yang diperoleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kesalahpahaman yang muncul adalah kesalahan kami yang kurang melakukan sayembara untuk mengakuisisi model-model baru," kata Nadiem.
"Merespons masukan PB PGRI, penundaan program POP akan direalokasikan untuk pandemi COVID-19 untuk membantu guru dalam bentuk pulsa pada masa pembelajaran jarak jauh," kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR yang disiarkan langsung TVR Parlemen diikuti dari Jakarta, Kamis.
Nadiem mengatakan setelah dievaluasi, program POP akhirnya diputuskan untuk ditunda pada 2020 dan akan dilanjutkan pada 2021. Penundaan itu untuk memberi waktu dalam menyempurnakan program POP yang sebagian disarankan oleh tiga organisasi yang sebelumnya menyatakan keluar dari program tersebut.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI); memutuskan untuk keluar dari program tersebut.
"Yang menggembirakan, PBNU sudah setuju untuk kembali. Harapan kami, Muhammadiyah dan PGRI juga akan kembali. Saat ini kami sedang berdiskusi intensif untuk menyelesaikan berbagai masalah dan isu mengenai struktur dan kriteria," tuturnya.
Nadiem mengatakan selama ini terjadi kesalahpahaman terhadap program POP yang dianggap sebagai program pelaksanaan atau afirmasi yang mengalokasikan dana pemerintah untuk suatu program pendidikan.
"Itu salah. Program POP adalah semacam sayembara tentang jurus-jurus berbagai organisasi untuk meningkatkan numerasi dan literasi. Model-model dari berbagai organisasi itu akan dipelajari dan dipetik untuk menjadi program nasional bila berhasil," jelasnya.
Karena itu, semakin banyak organisasi yang ikut serta, akan semakin banyak model dan data yang diperoleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kesalahpahaman yang muncul adalah kesalahan kami yang kurang melakukan sayembara untuk mengakuisisi model-model baru," kata Nadiem.