Sunnylands, California (Antara News) - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membagi pengalaman terkait cara Indonesia dalam menangani dan memberantas aksi terorisme dan ekstremisme di hadapan forum KTT AS-ASEAN.
Presiden Jokowi dalam salah satu sesi Retreat II Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Jakarta dengan perbedaan waktu California 15 jam lebih lambat dari Jakarta mencontohkan aksi teror dalam bentuk ancaman bom di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan pentingnya kerja sama dalam tiga hal, yakni mempromosikan toleransi, memberantas terorisme dan ekstremisme, serta mengatasi akar masalah dan menciptakan suasana kondusif terhadap terorisme.
"Kombinasi penggunaan 'hard power' dan 'soft power' dibutuhkan dalam mengatasi ekstremisme," katanya.
Ia menambahkan, terkait pendekatan 'hard power', Indonesia sedang mengkaji ulang Undang-Undang Terorisme.
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat payung hukum dalam menghadapi terorisme.
"Penguatan legislasi ini, tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ucap Presiden.
Pada waktu yang bersamaan, lanjut Presiden, pendekatan 'soft power' juga diperkuat.
Caranya dengan melakukan pendekatan agama dan kebudayaan, melibatkan masyarakat, melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan.
Menurut dia, diversifikasi pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga dilakukan melalui program rehabilitasi narapidana teroris serta program penerimaan kembali (reintegrasi) di masyarakat.
Perlunya Kestabilan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan perlunya kestabilan pemerintahan untuk memerangi terorisme sekaligus menekan jumlah warga negara yang ikut berperang bersama teroris di manca negara (Foreign Terorist Fighters/FTF).
Hal itu disampaikan Presiden dalam salah satu sesi Retreat II Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Jakarta dengan perbedaan waktu California 15 jam lebih lambat dari Jakarta.
"Dapat ditarik pelajaran bahwa untuk memerangi terorisme dan mengurangi FTF diperlukan kestabilan politik, pemerintah yang demokratis, serta tidak dalam pendudukan asing," kata Presiden.
Presiden mengemukakan bahwa hampir semua negara menghadapi masalah yang sama, dimana ada warga negaranya yang bergabung dengan FTF.
Ia menambahkan, jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Suriah sebanyak 329 orang.
"Ini jumlah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta," katanya.
Berdasarkan analisis media, faktor utama relatif kecilnya penduduk Indonesia yang bergabung FTF adalah karena Indonesia tidak memiliki pemerintah yang represif, tidak dalam pendudukan, serta kondisi politik yang relatif stabil.
Presiden juga menyampaikan gagasannya untuk memanfaatkan media sosial dalam menghadapi ekstremis dan teroris.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa penyebaran paham ekstremis dan ajakan bergabung dengan FTF banyak dilakukan melalui media sosial.
"Oleh karena itu, kita harus bekerja sama dengan media sosial dalam menyebarkan perdamaian dan toleransi sebagai 'counter' narasi," kata Presiden.
Inilah yang menurut Presiden juga akan disampaikannya saat berkunjung ke Silicon Valley, yakni `Indonesia Digital Initiative: Empowering Leaders of Peace.
"Saya mengajak agar Yang Mulia berkenan bergabung dengan saya untuk memperbanyak narasi melalui media sosial mengenai moderasi, toleransi, dan perdamaian," ajak Presiden Jokowi.
Pernyataan itu sekaligus menutup sambutan pembuka sesi pembahasan terorisme dalam KTT ASEAN-AS.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengaku dirinya membanggakan aparat keamanannya dalam memberantas aksi teror, yang disampaikan dalam KTT AS-ASEAN di Sunnylands, California, AS.
"Saya juga bangga kepada aparat keamanan Indonesia", kata Presiden Jokowi dalam salah satu sesi Retreat II Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Jakarta dengan perbedaan waktu California 15 jam lebih lambat dari Jakarta.
Salah satu sesi dalam Retreat II KTT AS-ASEAN yang dilaksanakan pada hari kedua yakni 16 Februari 2016 di Sunnylands Historic Home adalah mengenai terorisme.
Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo diminta untuk menjadi pembicara pertama dalam diskusi tentang counter terorisme.
Pada pidato pembuka, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi atas simpati dan perhatian negara-negara anggota ASEAN dan AS terhadap teror di Jakarta, 14 Januari 2016.
Presiden juga menyatakan kebanggaannya terhadap ketahanan dan keberanian masyarakat Indonesia dalam menghadapi teror tersebut.
Ia menambahkan, dalam waktu relatif singkat, situasi sudah terkontrol dan Jakarta kembali normal.
"Namun kita tetap waspada terhadap ancaman terror," kata Presiden.
Mantan Gubernur DKI itu sekaligus menyerukan narasi moderasi, perdamaian, dan toleransi di hadapan Presiden AS Barack Obama serta kepala negara/pemerintahan negara-negara anggota ASEAN.