Kendari, (Antara News) - Pemerintah Pusat diminta mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2014 yang membolehkan perusahaan tambang tidak memberi pesangon kepada pekerja tambang yang diberhentikan perusahaan pertambangan.
Permintaan tersebut disampaikan aktivis Solidaritas Pekerja Tambang (Sparta) Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam bentuk unjuk rasa di kantor Kejaksaan Tinggi Sultra di Kendari, Jum`at.
"PP Nomor 1 tahun 2014 yang tidak mewajibkan perusahaan pertambangan memberikan pesangon kepada pekerja tambang yang terkena pemutusan hugungan kerja, sangat merugikan para pekerja tambang di daerah ini," kata koordinator massa Sparta, Alhayun saat menyampaikan orasinya di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sultra.
Menurut dia, ribuan pekerja tambang di Sultra yang terkena PHK, saat ini sangat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluargnya karena tidak mendapatkan pesangon dari perusahaan yang mempekerja mereka.
Oleh karena itu kata dia, pemerintah harus membekukan pemperlakuan PP Nomor 1 tahun 2014 dan menggantinya dengan PP lain yang mewajibkan perusahaan tambang memberikan uang pesangon kepada para pekerja tambang.
"Kalau perusahaan tambang memberikan uang pesangon, para pekerja tambang yang terkena PHK masih bisa mengatasi kesulitan hidup mereka dengan cara membuka usaha ekonomi prduktif atau kegiatan usaha perdagang," katanya.
Selain meminta pemerintah mencabut PP nomor 1 tahun 2014, para pendemo juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menyelidiki dugaan korupsi di sektor pertambangan di daerah ini yang diduga melibat pejabat penting.
Massa pendemo yang berjumlah 50-an orang, juga meminta Kejaksaan Tinggi Sultra untuk segera menetapkan tersangka Tindak Pidana pencucian uang yang diduga melibatkan orang penting di Sultra.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Sultra, Baharuddin yang menerima para pengunjuk rasa tersebut mengatakan dugaan TPPU yang melibatkan orang penting di daerah ini, sudah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Agung RI.
"Sejauh mana penanganan kasus itu, kita belum mendapat laporan dari Kejaksaan Agung," katanya.