Bombana, (Antara News) - Pemerintah Kabupaten Bombana akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara karena dinilai telah melakukan pelanggaran administrasi terhadap kasus perceraian antara salah seorang PNS lingkup Pemkab setempat dengan pasangannya dari kalangan wiraswasta.
Kuasa hukum Nur Alam, La Ode Adi Rusman, di Rumbia, Rabu, mengatakan pihaknya akan menggugat Pemkab Bombana karena telah mengabaikan permohonan klienya untuk memecat oknum PNS akibat kasus perceraian yang dinilai telah melanggar administrasi dan ketentuan perundang-undangan.
"Dua kali sudah dilayangkan somasi ke Pemkab Bombana dan satu kali dilayangkan langsung oleh klien kami, namun pihak Pemkab menjawab peringatan yang kami sampaikan tersebut tidak memiliki alasan mendasar, sehingga jalan lain yang kami akan tempuh adalah menggugat melalui PTUN Kendari," tutur Adi.
Pengajuan gugatan ke PTUN Kendari kata Adi diawali dengan perceraian antara Nur Alam (30) dengan salah seorang PNS Lingkup Pemkab Bombana, Indrawati (26) yang terkesan dipaksakan, sebab tidak memenuhi kriteria dan syarat perceraian sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah nomor 45/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
"Semestinya Indrawati sebagai PNS melengkapi usulan perceraiannya denga surat izin berbentuk surat keputusan dari pejabat berwenang melalui prosedur yang jelas," kata Adi.
Tapi sesuai putusan cerai bernomor 132/Pdt.G/2011/PA.Una yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Unaaha, lanjut Adi, yang bersangkutan tidak memiliki surat keputusan (izin cerai) yang ditandatangani oleh pejabat berwenang di lingkup Pemkab Bombana dalam hal ini adalah Sekda.
"Dalam putusan itu juga disebutkan bahwa Inrawati selaku penguggat atas perceraian bersedia menanggung konsekuensi yang ditimbulkan dari persidangan tersebut sesuai dengan kentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP Nomor 10/1983 jo PP nomor 45/1990," terang Adi.
Oleh karena dokumen usulan perceraian Indrawati tersebut tidak lengkap, lanjut Adi, sehingga klien saya mengajukan keberatan hingga ke PTUN guna menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada.
Sementara itu, Nur Alam menuturkan, ia digugat cerai oleh istrinya di Pengadilan Agama Unaaha Kabupaten Konawe pada 12/9/2011, dengan alasan temperamen, suka minum minuman keras, meremehkan keluarga istri dan mengancam akan mencelakainya bahkan pernah memukul istrinya itu hingga mengalami pembengkakan pada kelopak matanya.
"Semua tuduhan itu tidak benar bahkan mengada-ada," elak Nur Alam.
Menurut Nur Alam, pembengkakan itu bukan pada kelopak mata, melainkan di jidat istrinya akibat pantulan lemparan handphone miliknya yang ia banting ke arah lemari saking emosinya `beradu mulut` di dalam kamar yang peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2009.
"Ironisnya lagi, pihak Pengadilan Agama Unaaha itu memutuskan perkara secara sepihak, tanpa menghadirkan saya sebagai tergugat dalam sidang perceraian itu," katanya.
Menurut Nur Alam, selama menjalani persidangan, pihaknya hanya sekali menerima surat panggilan dan menghadirinya hingga selanjutnya menerima surat putusan gugatan cerai istrinya dari Pengadilan Agama.
"Saya tidak tahu berapa kali proses sidang perceraian itu, sebab saya hanya satu kali menerima surat panggilan hingga dikeluarkan putusan dan pemberitahuan dari pihak Pengadilan Agama," katanya.
Oleh karena itu lanjut Nur Alam, ia sangat keberatan atas putusan sepihak yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Unaaha, sebab dari putusan itulah yang menjadi dasar rujukan bagi mantan istrinya itu untuk menikah dengan pria lain.(Ant).